Masalah Ukuran Baju

Sebagai orang yang hampir nggak pernah ngerasain kurus, membeli pakaian di Jakarta itu merupakan peer besar untuk saya. Waktu saya umur 10 tahun, berat saya sudah di atas 50 kg, hitungannya sudah ukuran dewasa, montok pula. Beli baju ukuran anak-anak sudah tidak menjadi opsi. Tiap mau Imlek di mana katanya harus beli baju baru, selalu saja jadi masa-masa yang menyenangkan (siapa sih yang nggak seneng beli baju baru), plus menyedihkan karena susah banget cari ukuran yang pas. Untunglah pas saya sudah makin besar, muncul brand-brand dari luar yang ukurannya lebih manusiawi seiring dengan Indonesia yang semakin maju dunia retailnya. Masih ingat kan kalau yang seumuran saya, pas kita remaja dulu brand-brand ini lumayan ngetop yaitu Benetton, Esprit, Calvin Klein, dan Marks and Spencer? Tapi ya jujur, keadaan tersebut kurang ideal buat orang tua saya, karena mereka harus merogoh kocek lebih dalam supaya saya bisa tampil oke. Makanya waktu remaja, saya cenderung cuek dan tomboy banget. Tshirt dan jeans juga sudah cukup. Kadang malah suka pinjam baju ortu yang bikin saya tampak seperti tante-tante. Ayo, ada nggak yang mengalami similar disaster seperti saya?

Di mata saya sih (mata saya loh ya), badan saya nggak kebangetan besarnya, tapi ya memang untuk ukuran orang Indonesia, bisa dibilang besar alias sterek. Model badan saya bukan yang gemuk bergelambir, tapi lebih ke arah sterek macem tukang pukul. Makanya begitu kuliah di Amerika, saya merasa pilihan itu jauh lebih banyak, jadi saya makin bisa eksplorasi. Bayangin aja, pas kerja dulu, co-worker saya nyebut saya Tiny Leony, karena saya termasuk yang kecil di kantor. Di Amerika itu ukuran dari yang mungil sampai ukuran jumbo ada semua, intinya sih opsi ukuran itu banyak dan nggak sampai bikin kita stress karena nggak ada ukurannya (seperti yang suka saya alami di Indonesia).Kejelekannya dengan ukuran yang lengkap adalah, kadang jadi lengah alias cuek makan seenaknya karena ukuran lebih besar lagi juga tersedia, jadi saya sempat mengalami yang namanya bablas. Untungnya akhirnya sadar diri, mikir untuk kesehatan diri sendiri.  Ketika balik ke Indonesia, badan saya mulai lebih ideal, tapi tetap saya di mata banyak orang, badan saya masih termasuk besar. Beberapa teman cowok saya, terang-terangan nyari cewek yang kutilang karena menurut mereka itulah idealnya cewek-cewek di Indonesia. Enaknya pas saya for good itu, dunia retail Indonesia makin maju, brand-brand dari luar makin banyak, dan ketersediaan baju-baju ukuran besar mulai ada di Jakarta. Nggak parah seperti pas saya kecil dulu. 

Ketika akhirnya pindah ke Selandia Baru, saya mulai terbiasa dengan ukuran ala UK lagi. Enak kalau belanja, sudah tau ukuran berkisar 10-12 UK Size, yang artinya sekitar S/M. Dengan ukuran badan segini, termasuk standarnya orang NZ, karena orang NZ itu juga nggak terlalu tinggi. Jadi ya saya merasa nyaman-nyaman saja berkegiatan sehari-hari. Apalagi kalau dibanding dengan orang Kepulauan Pasifik, boleh lah saya bilang kalau saya lumayan "kurus" hahaha. Soal fashion, saya suka fashion! Di kantor, saya termasuk yang perhatian banget dengan penampilan, pokoknya padu padan dan harus sopan karena saya bekerja di lingkup pendidikan.

Sejak pindah ke NZ, sudah dua kali saya pulang ke Indonesia, dan dua kali itu saya harus berurusan dengan yang namanya pembuatan kebaya. Dua-duanya untuk event acara keluarga. Di akhir 2018 nikahan adik saya, dan di awal 2023 ulang tahun kedua mertua saya. Di sinilah kenyamanan saya tentang badan saya sendiri terasa diuji. Dua kali pembuatan kebaya metodenya mirip yaitu saya kirim ukuran badan dari NZ. 5 tahun lalu, waktu saya akhirnya fitting, penjahitnya nyeletuk, "Ini ukuran lengan besar banget, jangan sampai lebih gede lagi dari ini, udah gak bagus." Asli, pas denger bawaannya gimanaaa gitu. Bukan berarti saya nggak suka dengan designernya, she's amazing. Cuma saya mikir, mestinya saya buat kebaya custom made, ya artinya kan tugas penjahit untuk bikin ukuran yang sesuai dengan badan saya. No comment, no questioning. Itu menurut saya loh ya. Cuma mungkin di Indonesia sudah biasa komen-komen soal ukuran, jadinya nggak ada yang sakit hati. Kebayang nggak, kalau di luar negeri misalnya pelayan toko nyeletuk, "Your arms are too big, make sure they are not getting even bigger, they won't look nice." Bisa-bisa customer keluar, nggak balik lagi dan file a complaint. Ya memang saya gemuk, ukuran saya bukan standar Indonesia, tapi ya sudah lah ya, ukur aja, bikin aja sesuai request. 

Pas di 2023 ini, saya juga kirim ukuran badan untuk bikin kebaya. Kali ini sistemnya begitu saya kirim ukuran dari NZ, pembuatnya akan menentukan saya ada di ukuran apa, baru dia buat sesuai request customnya. Berhubung kebayanya encim, modelnya lebih santai, jadi nggak perlu fitting. Nah begitu saya kirim ukuran, kaget dong, ternyata ditentukan kalau ukuran saya XXL! Asli, seumur-umur, nggak pernah saya pakai baju ukuran XXL. Saya minta ipar saya yang jadi penghubung untuk tanyakan, apa benar saya ukuran XXL? Apa nggak terlalu loose? Apa nggak XL aja? Maklum di NZ pakai ukuran M bahkan kadang S. Ternyata kata dia kalau XL bakalan jadi terlalu ketat. Beneran dong, ketika bajunya akhirnya jadi, saya memang pas di ukuran XXL. Ipar saya yang imut-imut pakainya ukuran L. Fotonya bisa dilihat di Instagram saya. Jujur aja, begitu dengar kata XXL, saya lumayan down, mikirin betapa besarnya badan saya ini. Tapi setelah saya lihat-lihat, kayaknya yang salah bukan saya, tapi memang standar ukurannya yang suka nggak masuk akal. Kebayanya bagus kok, dan memang sesuai ukuran badan, cuma memang ya, list ukurannya memang bikin deg-degan. 

Pantesan ya, orang-orang banyak yang obsesi jadi kurus kering. Nggak salah yang namanya obat pelangsing, program diet-dietan, paling laku di Indonesia. Saya ngerti banget kalau ingin kurus dengan alasan kesehatan, tapi banyak juga orang yang kurusnya akhirnya jadi goal utama dan sering menganggap orang yang badannya agak besar tidak sehat. Padahal belum tentu loh orang kurus itu lebih sehat. Program kurus mulai dari metode MLM, sampai jualan pil kurus di komen Instagram bertebaran di mana-mana. Perut rata menjadi standar kebahagiaan, dan akhirnya banyak orang yang depresi karena dianggap "gak cantik" dengan badan yang agak besar. Bukannya berarti saya mendukung orang makan seenaknya dengan alasan love yourself ya. Tapi ada orang yang memang nggak bisa kurus walaupun sudah usaha mati-matian, dan ada banyak orang di luar sana yang makannya kayak kuda, tapi badannya selembar (contoh paling dekat di saya adalah anak saya yang besar, si Abby). As long as we eat mindfully, do enough exercise, do routine check up and be aware of symptoms, we have the rights to be happy and be satisfied with our body.   

Anyway, ada satu hal yang lumayan saya suka dari NZ soal body positivity. Kalau lihat presenter di TV, bentuknya beragam banget, tinggi pendek, besar kecil, warna kulit berbeda-beda semua, nggak ada yang pernah mempertanyakan soal ukuran badannya. Yang penting semua orang punya skill dan punya kepribadian yang menarik sebagai presenter. Jadi ingat pas pertama for good di awal 2007 lalu, saya sempat interview di salah satu stasiun TV swasta untuk jadi presenter. Komen produsernya (yang rada genit itu) sama sekali bukan soal skill saya, tetapi soal saya harus turunin berat badan 10 kg lagi. Padahal saat itu badan saya termasuk kurus (hampir di ukuran berat badan= tinggi -110cm). Mana pas interview saya sambil merokok pula orangnya. Langsung saya nggak balik interview berikutnya padahal sudah sampai tahap akhir. Padahal yang dicari itu kan presenter ya, bukan artis sinetron yang ada  peran tertentu. Untungnya belakangan nih, saya lihat di sosial media mulai banyak orang-orang yang mengedepankan body positivity ini (bukan gendut seenaknya ya, tapi sehat dan percaya diri). Mengutip judul dari Majalah Forbes, "The Body Positive Movement Encourages Inclusion, Not Obesity" Kutipan isinya: "A healthy body image means feeling good about looking and feeling comfortable in one's body. Conversely, they report that having a negative body image can put one at a higher risk for mental health conditions, including eating disorders."  Jangan sampai ya mental kita jadi terganggu cuma karena kita nggak nyaman dengan bentuk badan kita. 

Pertanyaannya: Sudahkah kamu nyaman dengan badanmu?

Comments

  1. lu dipakein size xxl mungkin karena kebaya nya buat anak2 kali? hehehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hahaha. I wisssshhh... Gue masih ada loh listnya. Beneran XXL. Dia bikin list smp 7XL.

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Yang Dalem Dalem

Motherhood Saga: Barang-Barang Esensial Mama dan Abby Bag. 1

Tutorial Sok Kreatif - Dekorasi Kelas