Abby dan Tilly Tamasya ke South Island - Bagian 2

Halo semua! Selamat Natal 2021 dan Selamat Tahun Baru 2022! Semoga di tahun yang baru, semua makin baik, makin sehat, makin banyak berkat Tuhan, dan semoga untuk yang sudah lama tidak bisa bertemu dengan keluarga (seperti saya, curcol deh...) bisa segera berkumpul untuk melepas kangen. 

Barusan suami protes, "Kamu kapan update blog lagi? Kalau sebulan cuma 1 kali update, nanti kisah jalan-jalan kita tengah tahun baru kelar." Jadilah sang istri yang sebenarnya masih hawa liburan ini, mulai mikir, iya juga ya... Yang ada bakalan tambah basi. Jadilah kali ini diupdate bagian keduanya. Hore! Berhubung tripnya padat, foto-fotonya banyak, pemandangannya indah banget, kita nggak upload terlalu banyak foto. Ini pun sudah hampir 100 loh! Enjoy!

Postingan sebelum: Bagian 1

Hari 1 Bagian 2:  Minggu, 18 April 2021: Lake Tekapo - Mount Cook

Setelah kita relaksasi dengan berendam di pemandian air panas di Tekapo Springs, kami melanjutkan perjalanan ke arah utara, menuju Mount Cook, daerah puncak tertinggi di Selandia Baru. Sepanjang perjalanan, matahari hampir terbenam, dan mata kita dimanjakan dengan pemandangan luar biasa. Kami sempat stop sedikit, minggir ke tepian, hanya untuk foto pemandangan.

Indahnya Lake Tekapo di kala senja.

Anak umur 8 tahun memang selalu penuh energi!

Foto ini saya ambil dari dalam mobil yang bergerak. Karena begitu indah mempesona, kami sempatkan berhenti lagi, untuk menikmati suasana sambil mengambil beberapa foto dari luar.

Speechless, warna asli nggak pakai edit.

Kontras banget warnanya dengan si biru gonjes mobil sewaan kami itu. 

Salju di puncak bukit mulai terlihat, awan bergulung menutupi puncak.

Indahnya luar biasa.

Suami lagi foto, saya fotoin lagi hehehe.

Kembali ke jalan, suasana makin temaram, terasa penuh misteri dengan jumlah mobil lewat yang sangat sedikit.

Akhirnya tibalah kami di hotel kenangan tempat saya sekeluarga menginap di tahun 1993, yaitu Hotel Hermitage, hotel dengan lokasi tertinggi di atas Mount Cook alias sudah mentok jalanannya. Hotelnya nggak keren-keren banget, tapi ini adalah hotel terbaik dan paling legendaris di Mount Cook. 


Di dalam hotel ada Sir Edmund Hillary Alpine Centre. Siapa Sir Edmund Hillary? Beliau adalah orang pertama yang dikonfirmasi berhasil mencapai puncak tertinggi Mount Everest di tahun 1953. Kayaknya dia ini adalah orang Selandia Baru paling terkenal sepanjang sejarah! 

Waktu saya dan keluarga pergi kemari hampir 30 tahun lalu, hotel ini tingginya hanya 2 lantai saja. Tapi di akhir tahun 90-an, ada wing baru yang dibuka, dan tingginya 10 lantai. Waktu kami memutuskan untuk pergi ke Mt. Cook, suami langsung bilang, kalau kami harus pilih kamar dengan view terbaik. Jadilah kami memilih tipe ruangan Premium Plus (tipe teratas di Hermitage), yang berlokasi di lantai 9 atau 10. Saat itu kami dapat di lantai 9. Sebenarnya ada beberapa aktivitas berbayar di dalam hotel yang bisa kami ikuti misalnya menonton film dan stargazing, tapi sayangnya jamnya selalu tidak tepat. Entah bentrok, atau tidak cocok dengan jam tidur anak. Yang kami agak nyesek sih, kami ingin sekali ambil experience Glacier Explorer yaitu trekking ringan dan naik kapal menyusuri glaciers. Tapi ternyata peraturannya sangat strict. Anak di bawah 4 tahun nggak boleh ikut. Kami sempat nego, dengan bilang anak kami tinggal 3 bulan lagi usia 4, dan dia pintar alias nggak suka lari/lari atau lompat-lompat. Tetep nggak bisa hehehe. Padahal udah siap bayar, tetap ditolak dengan sukses. Yang lucu, pihak hotel nawarin jaga si Tilly loh, tapi kami nggak tega ninggalin anak kami sama orang asing. Sudahlah, itu tandanya suatu hari, kami akan balik lagi. 

Dan inilah kamar kami. Namanya sih Premium Plus Room, tapi sederhananya minta ampun. Vibenya serasa masih ada di tahun 90-an atau awal 2000-an. Malam itu karena langit sudah gelap, kami tidak bisa melihat apapun di luar. Yang menarik adalah, kaca filmnya itu seperti kacamata hitam alias ada efek mirrornya. Kayak mau ngasih tau, nggak usah ngintip-ngintip deh kalau malem, besok pagi baru lihat ada apa di luar.

Disediakan teropong juga di dalam kamar. Entah ngelihatin apa si Abby, di luar gelap gulita. 

Kamar sangat sederhana dengan 2 queen beds, pokoknya keluarga dengan 2 anak kecil bisa tidur dengan nyaman.

Kamar mandi yang vibenya juga jadul. Yang penting bersih!

Perlengkapan mandi yang super minimalis, dan botolnya kecil-kecil banget. 

Gemes kannnn, dua boneka kelinci ngikut terus kemana-mana.

Ini adalah jembatan yang menhubungkan antara wing lama dengan wing baru di belakangnya. Jadi kalau mau ke gedung lama yang ada restaurantnya, harus melewati jembatan ini. 

Suasana baru di malam hari. Sebelum masuk ke restoran utama, kita melewati bar ini dulu. 

Untuk makan malam, tidak terlalu banyak pilihan di daerah Mount Cook. Karena sudah malas keluar lagi, kami memilih makan di dalam hotel saja. Namanya adalah Alpine Restaurant. Ada 2 pilihan yang a la carte dan buffet, dan kami milih untuk buffet supaya lebih banyak pilihan. Kalau kata suami, worst case ada ayam dan kentang untuk anak-anak. Oh iya, reservation is a must! Seperti saya bilang sebelumnya, pilihan tempat makan di daerah sini sangat terbatas. Jangan sampai nggak makan cuma karena nggak dapat reservasi. Jujur saya lupa harga dinner di sini brapa, kalau tidak salah antara 60-70 dolar per dewasa. Katanya kan ini restaurant dengan view terbaik ya, tapi kalau malam ya, gelap! Sama dengan view di kamar kami. 

Saya masih ingat, tahun 1993 itu, kami makan a la carte di sini, dan mama saya nggak bisa makan sampai harus ngeluarin andalan sambel sachet hahahaha. Inget-inget itu jadi ketawa. Mama saya kan agak rempong ya di masa lalu itu. Palette lidahnya masih terbatas (nggak seperti anaknya yang apa juga dihajar). Dia nggak mau makan steak sapi dan domba, akhirnya milih makan ikan. Ternyata ikannya disiram saus cream yang bau susunya nyengat banget. Sampai sekarang aja dia masih ingat tuh, "Makan ikan disiram susu di Mount Cook". Kesian yah, pergi ke tempat indah, yang diinget makanannya yang ga cocok hehehe. 
 
Manis amat deh senyumnya! 

Piring suami nih. Gimana makanannya? Kayaknya lain kali milih makan a la carte aja deh. Misalnya lebih mahal pun, kemungkinan dimasaknya lebih penuh cinta kasih. Ini bukannya nggak enak, tapi standar banget alias ngga istimewa sama sekali. Bahkan nih, rotisserie chickennya anak-anak kering banget sampai susah kemakan. Yang saya  suka malah roasted vegetables dan saladnya. Berhubung sudah di tengah gunung, enjoy aja lah, namanya juga lagi liburan.

Suasana buffet yang keliatan steril banget, nggak meriah kayak di Asia ya. Untung dessertnya ada eskrim dan condiments, jadi anak-anak happy aja tuh.

Suasana restaurant di malam hari, gemes sama warna warni kursinya.

Posisi nonton TV sebelum tidur. Seru amat, padahal cuma nonton Nick Jr. 

Hari 2 Bagian 1: Senin, 19 April 2021: Mount Cook - Hooker Valley Track

Hari baru, semangat baru! 

Anak-anak tidurnya masih pada pules, apalagi yang kecil melingker nggak jelas sudah di luar selimut.

Kami orang tuanya sudah bangun dan nggak sabar untuk buka jendela, karena kami penasaran, apa sih pemandangan dari dalam kamar hotel (yang sudah kami bayar  mahal itu). Dan saudara saudariiiiii.....

Pingin nangis nggak sihhhhh?? Asli terharu banget, indahnya bukan main!

Masih pakai piyama, buka HP, buru-buru foto lalu kirim ke keluarga di Indonesia. Terharu banget! Bukan kenapa-napa, kayaknya pas pergi hampir 30 tahun lalu, nggak kebayang bakalan tinggal di Selandia Baru dan akhirnya mampir kemari lagi dengan anak-anak.

Pakai teropong lihat-lihat ada apa di kejauhan, apakah ada cewek cantik?

Si kecil nggak mau kalah, ikutan neropong juga.

Foto dari balik jendela aja bagusnya kayak begini.

Puncak Mt. Cook mulai terlihat di kejauhan.

Cakepnya bikin hati meleleh.

Begitu di pagi hari, suasana Alpine Restaurant langsung terasa beda. Di depan jendela langsung ada pemandangan pegunungan yang cantik!

Menu makan pagi, jauh lebih mendingan daripada menu makan malam. Standar sih tetap, tapi lumayan banget semua kemakan hehe.

Stamp of approval dari anak gede yang suka makan. Pemandangan di belakangnya spektakuler banget nggak sih?

Coffee with a view.

Sebelum check out, puas-puasin dulu foto di dalam kamar dengan background yang indah.

Lumayan anak udah gedean, jadi ada yang fotoin.

Boneka kelinci tetep aja nempel nggak mau lepas.

Dari parkiran hotel aja pemandangannya udah begini. Ampun cakepnya.

Foto dulu dengan patung Sir Edmund Hillary sebelum meninggalkan hotel.


Dulu wing di belakang yang tinggi itu nggak ada. Kamar kami semalam ya di gedung belakang itu. 

Kalau jaman saya jadi turis di masa lampau, ke Mount Cook itu cuma buat nginap di Hotel Hermitage dan foto-foto. Kali ini berhubung sudah mencoba merasuk jadi penduduk lokal Selandia Baru, nggak lengkap kalau ke Mount Cook tanpa trekking. Sekitar 5 menit menyetir dari hotel, sampailah kami di track paling indah pemandangannya di satu Selandia Baru yaitu Hooker Valley Track. Track ini sebenernya nggak susah-susah banget, tapi kalau bawa anak yang maunya digendong, lumayan jadi menantang. Tapi semuanya terbayar lunas dengan pemandangan yang tiada tanding tiada banding!

Pasukan emak-emak dan dua kurcaci, plus bapak yang motoin, siap menjelajah!

Hooker Valley Track ini, kalau kita orang dewasa jalan normal, sekitar 3 jam bolak balik. Nggak pakai foto-foto kebanyakan gaya yah. Inga inga! Oh iya, satu yang patut dicatat oleh semua orang yang pingin trekking. Biarpun cuaca di sini dingin, tapi serangganya ganas! Pakailah baju tertutup, dan insect repellant buat sebadan, demi keamanan. Saya aja udah pakai semua itu, masih tetap kena gigitan serangga. 

Pasukan siap tempur! Backgroundnya aja udah gunung salju, mantap jiwa!

Baru juga masuk ke dalam trek, bawannya senyum terus. Bagusnya ampun!

Hotel kita terlihat dari jauh banget. Nah ingat kan tadi dari jendela kamar ada pemandangan? Sekarang itu kami ya di sisi gunung yang indah yang terlihat dari jendela.

Mama dan anak bungsu paling depan, anak yang gede sibuk lihat sana sini.

Baru sebentar, sudah berasa kepanasan dan mulai keluar keringat. Akhirnya buka jaket deh.

Keren nggak? Foto sambil gendong bocah, dengan latar belakang gunung salju? Hihihi.

Udah lepas jaket, jalan lebih semangat, nggak gitu kepanasan lagi.

Duh spot ini cantik banget!

Foto buat kenangan.

Berhubung nggak ada orang lain, fotonya gantian.

Dasar beruntung, ketemu rombongan lain. Jadi ada foto berempat deh.

Foto dengan latar belakang Lake Mueller dan gunung salju. 

Bapaknya anak-anak.

Emaknya anak-anak. Anaknya nempel semua di sini.

Swing bridge perdana sudah kelihatan!

Karena glacier mencair, bentuk lanskap pegunungan ini selalu berubah. Pas kami pergi sedang musim gugur, katanya sih kalau musim semi, bakalan lebih terasa aliran salju yang mencair.

The beautiful Lake Mueller

Ada yang lihat manusia kayak semut sedang jalan di depan jembatan? Itu saya dan anak-anak. 

Serasa masuk ke alam lain. Macam background film Lord of The Rings.

Ciptaan Tuhan memang luar biasa, apalagi kalau dijaga keindahan dan kebersihannya.

Kalau anak udah segede gini enak deh, kagak pakai acara gendong.

Gaya nomer wahid, satu-satunya yang pakai cengdem.

Perjalanan masih dilanjut, tapi kok lama-lama makin berat aja nih bocah di gendongan. 

Gantian deh gendong sama bapaknya pas sudah mau dekat jembatan kedua.

Perjalanan masih panjang!

Jembatan kedua, here we are!

Di sini cuaca mulai nggak santai, mulai hujan, dan kami memutuskan untuk nggak lanjut, ngeri yang ada nanti sakit semua. Saya dan Abby memutuskan ambil arah balik, sementara bapaknya lanjut sedikit, penasaran dia.

Foto jembatan kedua. Sesungguhnya kalau cuaca baik (ditambah nggak gendong bocah), pingin banget lanjut terus sampai ujung.

Begitu kami misah, bapaknya malah selfie2 geme sama yang kecil. 

Imutan yang kanan apa kiri?

Akhirnya kami barengan lagi, buat balik ke parkiran. Wefie dulu ya buat kenangan. 

Sepanjang jalan balik, tetep cantik indah rupawan, dan misterius dengan kabutnya.

Wefienya cuma bertiga. Soalnya....

Yang gede udah nyelonong sendiri.

Gantian mamanya yang foto-foto sekarang.

Ada savanna, ada gunung salju, lengkap!

Di tengah ilalang, dan hotel kita terlihat di belakang, jauhhhh banget. 

Hore! Kelar juga, walaupun nggak sampai pol. Namanya bawa anak, pake acara ngos-ngosan, hujan dll, kami menghabiskan waktu sekitar 2 jam PP. Mungkin dengan pace kami yang kayak siput, kalau full track jadi 4 jam, bukan 3 jam PP. 

Dari parkiran aja sebagus ini, rasanya nggak ingin beranjak.

Dari Mount Cook, perjalanan kami lanjutkan menuju Queenstown kembali tapi dengan jalur berbeda. Kali ini kami menuju Twizel untuk makan siang, tapi sebelum sampai Twizel, kami melewati Lake Pukaki yang indahnya juga kebangetan! Begitu ketemu tempat stop, langsung deh turun sebentar untuk foto. Sayangnya yang besar tidur, dan yang kecil malas turun. Yo wis, berdua aja turunnya serasa lagi honeymoon (sambil lihat2 anak, dan nggak jauh-jauh dari mobil).

Oh beautiful, Lake Pukaki!

Jalanan yang dilewati terlihat di sisi kiri foto ini. 

Matahari mentereng walau tertutup awan.

Kebayang sore-sore duduk sambil makan gorengan di tepi danau. 

Biar lepek habis trekking, yang penting foto dulu. 

Gantian fotoin suami. 

Berdua aja serasa honeymoon. 5 menit kemudian balik mobil jadi enyak babe lagi.

Tidak berapa lama kemudian, kami sampai di Twizel untuk makan siang yang unik. Penasaran nggak kami makan siang apa? Lalu kami mampir kemana lagi sebelum sampai Queenstown? Tungguin postingan selanjutnya ya. Have a blessed year 2022 everyone!

Next post: Bagian 3

Comments

  1. Have a blessed year ci Leony dan keluargaaa. Semoga sehat2 selalu yaa. Tentunya penasaran dong dengan kisahnya, tp please jangan lama2 ya ceritanya ditungguuuu wkwk.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hahaha. Semoga bisa segera kejar tayang. Fotonya banyak, yang nyusun cerita mabok

      Delete
  2. Happy new year Le! wow bagus banget ya memang NZ! ditunggu segera nih lanjutannya :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Met tahun baru, Carol! Sip, ditunggu aja ya. Janji deh di bulan Januari ini pasti ada update lagi.

      Delete
  3. seneng ngeliatin pemandangan disana bagus banget ya...

    ReplyDelete
  4. Replies
    1. Banget! Apalagi pergi dengan org2 yg disayang. Happy deh.

      Delete
  5. Puas yaa Leony, ngeliat yang indah2, yg kayak gini yg bener2 refreshing :)

    Selamat tahun baru juga yaa

    ReplyDelete
    Replies
    1. Indonesia nggak kalah padahal, cuma beda gunung salju. Tp alamnya indah jg, tinggal didukung infrastruktur.

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Yang Dalem Dalem

Motherhood Saga: Barang-Barang Esensial Mama dan Abby Bag. 1

Tutorial Sok Kreatif - Dekorasi Kelas