Kesempatan Kedua (atau Lebih)
Setiap kali memasuki Hari Raya Paskah, saya terbayang peristiwa 11 tahun yang lalu. Kebetulan sekali, Paskah 11 tahun lalu, jatuh di tanggal 4 April, sama persis dengan Paskah di tahun 2021 ini. Ketika dua hari lalu saya menyadari kesamaan tanggalnya, saya berpikir, kalau sudah selayaknya saya berbagi sepenggal kisah hidup saya, tepat di hari Paskah ini, hari kemenangan Kristus.
Setelah operasi pelebaran saluran bronkus yang gagal di Indonesia di tahun 2009 sehingga membuat infeksi di paru-paru kanan saya semakin parah, di awal 2010 itu saya bertekad untuk bebas dari segala infeksi dengan cara operasi pengangkatan seluruh paru-paru kanan di Singapura. Seperti apa perasaan saya? Sedih tentu, malah sempat bertanya-tanya pada Tuhan. Dari kecil di masa SD sampai dewasa, saya bernyanyi di gereja memberikan suara saya untuk Tuhan tapi kenapa kok Tuhan justru "memberi" saya penyakit ini, yang membuat nafas saya terengah-engah semakin pendek. Berat rasanya mengorbankan salah satu organ vital di badan, apalagi saat itu saya belum menikah, belum punya anak. Apa bisa hidup "normal" dengan sebelah paru-paru? Di sisi lain, saya sudah lelah dengan infeksi yang tak kunjung henti. Lelah ketika Natal tahun 2009, harus dihabiskan di rumah sakit karena infeksi kambuh, dan mengikuti Misa Malam Natal di atas kursi roda di RS St. Carolus. Lelah juga melihat mama saya harus terus mendampingi saya di RS setiap saya berobat. Sampai kapan lagi?
19 Maret 2010, hari bersejarah dalam hidup saya. Operasi berlangsung di Singapore General Hospital selama lebih kurang 10 jam. Setelah 1 hari di ICU, 2 hari di HDU, saya kembali ke kamar rawat biasa, dengan proses pemulihan yang luar biasa cepatnya, walaupun saya harus menerima kenyataan, yang diangkat bukan hanya paru-paru kanan, tetapi juga dua rusuk kanan saya yang terkena fraktur saat operasi di Indonesia. 26 Maret 2010, tepat seminggu setelah operasi, saya diperbolehkan pulang. Dan saya bisa pulang dengan berjalan tegak, dengan kondisi yang nampak hampir sama dengan orang lainnya di luar sana. Tangan Tuhan sungguh bekerja lewat para dokter, suster, dan juga mama saya yang selalu mendampingi, bahkan tidur di ruang tunggu selama saya di ICU dan HDU walaupun dia sudah sewa kamar di hotel dekat RS.
28 Maret 2010, di hari Minggu Palma, hanya dua hari setelah keluar dari RS, saya dan mama sudah bisa mengikuti Misa Kudus di Gereja Sacred Heart, Tank Road. Walaupun kemana-mana terus naik taksi supaya aman, saya berusaha secara penuh mengikuti seluruh rangkaian ibadah Tri Hari Suci, sampai tuntas di hari Paskah 4 April 2010. Tangan kanan saya yang tadinya tidak bisa diangkat, jari-jari kanan saya yang tadinya sangat sulit digerakkan, pelan-pelan mulai pulih melalui fisioterapi yang lumayan keras. Terbayang, jahitan begitu panjang dari tengah punggung sampai ke bawah ketiak, karena badan harus "dibelah" dan otot-otot harus diputus dan disambung kembali. Saya merasa seperti anak yang baru belajar berjalan, bedanya kali ini belajar kembali menggerakan tangan dan jari. Di minggu kedua setelah operasi, saya sudah bisa jalan kaki 2 kilometer, dari apartemen menuju ke Plaza Singapura. Dan setelah 5 minggu total berobat, saya kembali ke Indonesia dengan sehat walafiat. Entah apa itu namanya kalau bukan berkat Tuhan. Tuhan juga kasih saya "bonus" yang istimewa, di masa berobat di Singapura itu, saya justru dipertemukan dengan seseorang, yang akhirnya jadi pendamping hidup saya.
11 tahun telah berlalu. Saya sudah berkeluarga, lengkap dengan kehadiran dua anak yang sehat dan pintar. Ketika saat ini saya masih bernyanyi di gereja, walau suara sudah drop beberapa key, walau panjang tarikan nafas sudah berkurang jauh, itu semua karena saya bersyukur, atas hidup yang Tuhan beri. Ketika saya masih bisa melambai-lambaikan lengan ketika menjadi dirigen di koor, itu kesaksian saya akan kebesaran Tuhan, karena dulu setelah operasi, mengangkat lengan ini pun butuh kerja keras. Dan ketika saya berusaha menyempatkan waktu untuk berkarya di komunitas, itu karena saya ingin menjadi perpanjangan kasih Tuhan, menjadi saksi Kristus dalam kehidupan yang nyata, bukan hanya di perkataan, tapi juga di perbuatan. Ya, mungkin badan saya agak bungkuk, tulang saya agak skoliosis sekarang, dan jantung saya sudah bergeser ke tengah bukan di kiri lagi, tapi itu tidak menjadi alasan. Tuhan masih memberikan saya kesempatan, dan kesempatan itu, tidak akan saya sia-siakan.
Selamat Pesta Paskah. Kebangkitan Kristus membawa harapan dan kemenangan bagi kita. Kematian Kristus adalah contoh paling nyata, betapa Tuhan sungguh mengasihi kita, memberikan Putra-Nya yang tunggal untuk menebus dosa kita. Apa yang bisa kita buat untuk membalas cinta-Nya?
God is good ya ny! sehat2 terus ya!
ReplyDeleteAmin, Man. Semoga di sana semua sehat juga ya.
DeleteAllah Maha Besar ya le. terharu banget bacanya..begitu hebatnya perjuangan lu untuk sehat.
ReplyDeleteKan aslinya lebih ribet lagi, Lim. Ini cuma summary hehehe. Versi rada panjang pernah gue tulis beberapa tahun lalu. Puji Tuhan sehat sampai sekarang.
DeleteSaya membaca blog Ce Leony sejak lama, jadi saya juga sdh baca dan tahu perjuangan seperti apa yg dialami. Semoga selalu sehat2 ya Ce Leony dan keluarga.
ReplyDeleteAmin, sehat utk kita semua. Ini summary aja karena kebetulan tanggalnya sama persis dengan 11 thn lalu. Dan bersyukur sampai skrg masih aktif choir n dirigen di sini.
DeleteThank God ! moga selalu sehat yaa Lee..
ReplyDeleteAmin, Lisa. Sehat dan bahagia pokoknya.
DeleteSelamat Paskah (yg terlambat #maaf) Mba Leony... Semoga sehat selalu
ReplyDeleteMakasih, Emma. Amin.
Delete