Keluar Kota Perdana Setelah Lockdown

Di tengah bulan Mei lalu, saat pemerintah mengumumkan kalau status level waspada kita akan berubah menjadi level 2, rasanya senang bukan main. Abby mulai sekolah, restoran mulai buka untuk makan di tempat (walaupun hanya terima sedikit tamu karena ada peraturan jarak), dan yang lebih menyenangkan lagi adalah, kita sudah bisa jalan-jalan keluar kota kalau mau. Wuihhhh... Setelah terakhir jalan-jalan di akhir tahun 2019, kami belum pernah nginap keluar kota lagi loh. Tapi jujur, deg-degan juga, apakah sebaiknya kita jalan-jalan di level 2 ini, atau nunggu saja sampai level 1. Dalam hati kecil, ada keinginan juga sih membawa anak-anak keluar kota, nginap di hotel, kok kangen ya. Akhirnya setelah diskusi dengan suami, kita memutuskan booking saja dulu untuk trip 1 malam, nggak usah yang jauh-jauh, ke Rotorua saja pas long weekend. Untung banget kita gerak cepat, karena beberapa hari kemudian, hampir semua hotel dan penginapan fully book! Luar biasa deh pokoknya! Jadi deh, ini adalah trip pertama kita setelah lockdown. Rutenya itu serupa tapi tak sama dengan trip ke Rotorua sebelumnya. 

Oh iya, di Selandia Baru sekarang sudah level 1 alias kehidupan dalam negeri sudah balik normal kembali. Tidak perlu lagi ada jarak sosial, tidak perlu lagi pakai hand sanitizer dan berbagai perlengkapan lainnya. Seluruh bisnis sudah buka seperti biasa, dan kehidupan bergeliat lagi. Sudah lebih dari 70 hari tidak ada penambahan kasus Covid di tengah masyarakat. Kasus aktif yang ada sekarang sekitar 20-an, dan semuanya itu kasus impor yang tertahan di karantina, karena penduduk yang kembali ke Selandia Baru mulai berdatangan sejak border dibuka (khusus untuk penduduk). Jadi memang buah dari tindakan tegas pemerintah dan ketaatan warga, sungguh bisa dirasakan. Setiap kali saya kirim foto ke keluarga di Jakarta, pasti mereka ngiri-ngiri dikit sama kami di sini hehehe. Jadi, tanpa berpanjang lebar lagi, kita bagi sedikit foto perjalanan kita di akhir Mei lalu ya. 

Sabtu, 30 Mei 2020

Sudah lama nggak jalan-jalan, biarpun cuma mau road trip 3 jam dari Auckland kok rasanya seneng banget yah. Berbunga-bunga gitu loh!

Pose dulu di depan koper sebelum brangkat. 1 koper rame-rame, cuma buat semalam. 


Cuma lewat state highway aja kangen begini. Maklum kita semua beneran nurut gak ada yang jalan-jalan selama lockdown.

Buat makan siang, kami mampir dulu ke Hamilton. Dari awal memang sudah ngincer mau makan di Mediterranean Kitchen di CBDnya Hamilton karena kepingin banget makanan Timur Tengah dan di Auckland belum nemu yang nendang banget. Ternyata pilihannya nggak salah dan rasanya beneran enaaakkk banget, terutama rotinya! Pesan 4 menu, dan pas piringnya dateng, ajegile porsinya gede-gede banget. Tapi lantaran enak, habis dong! Asli saya aja yang makannya banyak ikut shock kok bisa ya ngehabisin 4 piring gede gini. Dan bonusnya buat teman-teman Muslim, semua daging di sini Halal.

Turkish Shish Kebab - Chicken. Ini punya saya. Ayamnya juicy, rotinya enak, hummusnya nyam-nyam, saladnya segar. 

Pulled Lamb Burger, ini punya suami. Lagi-lagi super enak.

Chicken Souvlaki, yang ini punya Abby, sharing sama adeknya. Rotinya empuk, ayamnya juicy, juara!

Seafood Platter, buat dicemilin sama-sama. Ada calamari, mussel, prawn. Dipping saucenya mantep  banget, ngasih saladnya nggak kaleng-kaleng deh. Tau sendiri di sini timun kalau lagi winter tuh bisa $6 sebiji, tapi ini ngasihnya royal. 

Wajah-wajah bahagia, makan siang enak dan kenyang (parah). 

Habis makan, mampir mall bentar cuci mata sambil nurunin makanan. Eh anak ini difoto kok gemes amat sih? 

Pemberhentians adalah Hamilton Garden. Sudah berkali-kali kami kemari, tapi baru kali ini perginya dalam suasana pandemi. Walaupun sudah berkali-kali, tapi kali ini ada beberapa taman yang baru dibuka, jadi pemandangannya baru. Untuk lihat trip ke Hamilton sebelumnya, bisa intip di sini dan sini. Saya kira, nggak bakalan rame-rame banget lah ya. Ternyata eh ternyata, antriannya dong! Mantap jiwa, padahal sudah tinggal sisa 1 jam lagi sampai tamannya tutup. Tapi yang salut sih, semua orang wajib check in, tulis nama, dan jalan masuk ke taman dibuat 1 arah demi keamanan. Petugasnya juga lumayan sigap untuk mengecek pendaftaran kita untuk tujuan tracing seandainya terjadi hal yang tidak diinginkan. Seharusnya sih ada jarak sosial, tapi orang-orang kayaknya sudah hampir lupa lantaran euphoria jalan-jalan. 

Wuihhhh... satu  jam sebelum tutup nih, antrian masih begini! Tapi bergerak terus kok. Tertib lah pokoknya.
Te Parapara Garden, tempat simulasi tanam umbi-umbian. Itu lahannya beneran dipakai untuk tanam ubi loh, cuma belum tumbuh aja kali ini. 

Tudor Garden yang tetap menawan.

Salah satu area baru di Hamilton Garden, yaitu Concept Garden. Gemes banget lihatin pohon lemon buahnya lebat banget. Sayang nggak boleh nyomot hehehe. 
Daripada nggak ada foto berempat, wefie boleh lah ye. 


Memasuki area Picturesque Garden, rasanya beneran udah kayak di Eropa kuno.

Sesekali mama dong yang difoto.

Tetep gemes sama yang ini pokoknya! 

Beneran kayak di Eropa kan?

Serasa milik sendiri, buru-buru foto soalnya di belakang sudah mulai ada yang masuk lagi.

Foto favorit! Manis banget dua-duanya.

Maksud hati niru patung di belakangnya.

Mansfield Garden yang terinspirasi dari karya literatur Katherine Mansfield yang berjudul "The Garden Party". Untuk lebih jelasnya, bisa klik di link ini. Menarik banget sejarahnya!

Ini gaya apaan sih? Asli dah...

Ini bagus banget, beneran dibikin tenda kayak garden party di lapangan, dengan makanan berlimpah-limpah padahal palsu semua. Sayangnya kita nggak bisa mendekat, cuma bisa intip dari jauh. Kebayang nggak sih jaman dulu tahun 1900-an, para bangsawan kalau pesta kebun ya kayak gini ini.  

Huddleston Airship ini adalah bagian dari Concept Garden, ceritanya digunakan untuk para pekerja di malam hari untuk merapikan kebun.

Scarecrow alias orang-orangan sawah ini adalah bagian dari Kitchen Garden. Biasanya tanah di sekitarnya itu penuh dengan berbagai tanaman yang bisa dikonsumsi. Kali ini banyak yang kosong, mungkin karena menjelang musim dingin. 

Patung di tengah Herb Garden. Taman ini berisi berbagai tanaman yang bisa difungsikan sebagai obat. 

Dan inilah taman terseru dari keseluruhan koleksi taman baru di Hamilton Garden yaitu Surrealist Garden. Tanaman rambat yang anak-anak foto di bawahnya itu, atasnya ada seperti jari jemari yang terus bergerak-gerak menggunakan mesin. Seru deh, kita jadi merasa seperti kurcaci di dalam dunia raksasa.

Loh, kok tamannya ngelipet sih? 

Serasa kurcaci. Si belakang ada sekop raksasa dan wheelbarrow raksasa. 

Pingin buka pintu,  tapi aku tak mampu hahahaha.

Tiga orang banyak gaya

Keran rasa air terjun ini mah.

Girang bener dah ketemu lapangan, lari kesana kemari.

Taman terakhir sebelum keluar, Tropical Garden. Serasa di Indonesia aja lagi di Bogor, banyak pohon palem.

Keluar dari taman, rencana mau ngopi dulu, eh cafenya pas-pasan tutup. Jadi deh kita langsung tancap aja menuju Rotorua. Kali ini kita nginap di hotel langganan yaitu Holiday Inn Rotorua. Sudah kali ketiga nih kita nginap di sini, soalnya kamarnya cukup luas, dan ranjangnya 2 Queen Size, jadi pas lah untuk keluarga kecil ibu Leony. Kalau mau lihat lengkapnya kamarnya kayak apa, bisa intip postingan lama di sini. Pas kita sampai kamar, kita agak bingung sih, karena kayaknya setelah sekian lama hotelnya tutup selama lockdown, kita jadi tamu pertama yang nginap di hotel itu. Bukti nyatanya adalah, seluruh peralatan elektronik di kamar, masih dalam posisi unplugged alias nggak ada yang dicolok. Jadi deh pas baru sampai kerjaan kami adalah, nyolok TV, nyolok kulkas, nyolok teko. Udah kayak ke villa sendiri yang lama nggak ditinggalin hehehe. 

Yak, anak kecil ini langsung menjajah ranjang buat dia. 

Sebelum pergi makan malam, kami sempatkan dulu untuk misa online di hotel. Biasanya kalau di rumah, kami pakai TV besar, di hotel ini pakai tab ditaruh di atas ranjang. Dua anak sudah nggak bisa konsentrasi, yang penting orang tuanya deh berusaha ngikutin dengan khusyuk.

Makan malam ini ceritanya lumayan seru. Suami tuh kepingin banget makan di Pig and Whistle yang dulu pernah kita makan pas ke Rotorua 4 tahun lalu. Tapi saya bilang, ngapain makan di tempat yang sama lagi? Coba tempat baru deh. Akhirnya diputuskan untuk ke Giovanni yang menyediakan makanan Italia. Sampai di sana, ternyata full total, dan akhirnya balik ke Pig and Whistle. Sampai di Pig and Whistle, kami lihat ada meja kosong di dalam. Anehnya saat masuk ke dalam,eh malah disuruh keluar karena ada aturan jarak sosial. Di luar suasana dingin banget, orang lain juga banyak yang antri, tapi mereka paling nggak tega lihat kami yang bawa anak kecil. Suami bilang, ya udah nunggu aja deh rame-rame di jalanan. Saya sih jujur agak dongkol, mungkin karena lapar. Kira-kira 10 menit  kemudian, kami akhirnya dipanggil, dan ternyata, kami dikasih meja yang daritadi kosong itu! Kenapa nggak dari tadi coba? Yang penting sih, suami kesampean deh makan di Pig and Whistle. 

Suami dengan incerannya yang sudah dibayang-bayangi dari pas masih di Auckland, Beer Battered Fish and Chips.

Free Range Chicken Strips, Abby sharing sama dedeknya karena porsinya gede.

Menu kesukaan saya, jadi ngulang lagi makan ini di sini karena masih kebayang enaknya. Chicken Linguine, pakai Spicy Cajun Sauce, Sun Dried Tomato, with Cashew and Parmesan. Duh, ngebayangin sekarang aja masih ngiler. 

Foto sehabis kenyang. Nah tadi sebelum masuk resto, nunggunya di jalanan sini, kedinginan brrrr...

Buat nurunin makanan, kita jalan kaki ke daerah Eat Street yang isinya bar semua. Mantap kan, malam-malam jam 10, anak kecil nangkring di area bar hehehe. 

Minggu, 31 Mei 2020

Selamat pagi semua! Cerita dikit, pas sebelum booking hotel dan memilih untuk beli hotel dengan sarapan atau tidak, saya sempat telepon ke hotelnya. Saya tanya, seandainya saya milih kamar plus sarapan, modelnya seperti apa? Karena jujur, kalau modelnya buffet, saya malah nggak berani. Ketika dikonfirmasi kalau sarapannya a la carte, saya langsung book hotelnya lengkap dengan sarapan. Pas baru check in, kami ditanya, mau sarapan jam berapa besok pagi? Kami pilih pukul 8.30 pagi. Kemudian resepsionis kasih saya 4 lembar kupon untuk sarapan di slot pukul 8.30 pagi. Saat mau masuk resto besok paginya, petugas beneran cek loh apakah kupon kita slot waktunya sesuai dengan waktu sekarang. Baru deh kami dipersilakan masuk. Ada satu keluarga setelah kami yang milih slot 9.30 pagi, tapi ingin masuk pagian, langsung ditolak mentah-mentah. Tertib lah pokoknya. Nah, seperti apa sih sarapan a la carte ala pandemi? 

Pas kami baru sampai di meja, nggak lama langsung dibawakan semangkok pastry yang isinya banana cake, 2 croissant, 1 muffin, dan 2 danish pastry. Ditambah lagi 3 tub yoghurt, plus semangkok buah segar yang isinya kiwi, semangka, jeruk, dan nanas. Lengkap yak dan segini aja udah banyak loh. Untuk minumannya yaitu jus, air, kopi, teh, kita bisa ambil sendiri. 


Tilly langsung disediakan peralatan makan dari plastik. Anaknya langsung deh nyomot muffin. 

Kami juga langsung ditanyakan oleh waiter, mau pilih sarapan apa. Ada 2 pilihan yaitu yang manis (Pancake) dan yang asin (Kiwi Big Breakfast). Saya dan suami pilih yang asin masing-masing 1 porsi, dan Abby pilih yang manis. Kita juga minta dibuatkan yang asin tapi half portion untuk Tilly. Begitu makanan tersebut sampai di meja, kami terbengong-bengong. Ini porsi apaan? GUEDENYA GAK KIRA-KIRA! Sesungguhnya sayang juga dibuat a la carte gini. Kalau kayak meja sebelah kita orang Maori yang berbadan besar sih habis nih porsi segini, tapi buat saya sekeluarga, berjuang ngehabisinnya dan tetap nggak habis. 

Pancakenya Abby. 3 pancake gede-gede, pakai bacon, berry compote, maple syrup, and butter, 

Kiwi Breakfast. Seporsinya segini loh, dan kita pesan 2 porsi. Ya ampun luar biasa deh. Isinya ada 2 toast, 2 hashbrown, roasted tomato, 2 egg (saya scrambled, suami sunny side up), sosis, sauteed mushroom, beans. Gimana mau habis ya makanan segini?
Salah satu alasan kita nginap di sini adalah kolam renangnya yang air hangat. Walaupun kecil, sudah bisa bikin anak-anak happy banget. Sayang saya ngga bisa ikutan karena urusan wanita hahaha. 


Happy yayaya happy yeyeye, akhirnya aku bisa berenangggg.... Bapak dan anak sama girangnya.

Imut amat ya bertiga. 

Cerita dikit kisah handuk ini. Awalnya saya mau ngambilin handuk pool yang ada di lemari di dekat gym. Apa daya, handuknya ludes semua. Otw ke kamar, saya ketemu dengan housekeeping staff, jadi saya kasih tau kalau handuk pool habis. Lalu dengan baiknya dia nanya saya, butuh berapa handuk, nanti dia kasih handuk kamar yang baru. Saya pikir cukup 1 aja deh ya sharing, daripada ngotorin. Dia bilang, "Just be honest, I guess you need three." Terus dia langsung kasih saya handuk 3, dan dia bilang lagi "Thank you so much for still trusting us and staying with us". Duh, saya jadi terharu loh. Mungkin dia juga bahagia karena akhirnya bisa balik kerja lagi setelah sekian lama hotelnya tutup. 

Habis mandi dan keramas, gaya nonton TV-nya gitu amat nih anak dua.

Setelah check out, tujuan kita selanjutnya adalah ke Redwood Forest. Kita sudah pernah ke sini pas Abby masih kecil dulu, untuk trekking singkat di hutan. Sampai di sana, kami lumayan kaget, penuhnya nggak kira-kira sampai cari parkir aja susah! Luar biasa deh. Kali ini, kita nggak mau trekking lagi, tapi mau naik ke Treetop Walk. Pas baca di websitenya, saya mayan deg-degan, bisa nggak ya kami semua naik ke atas, apalagi peraturannya tidak boleh ada anak yang digendong dan tidak boleh pakai stroller. Sebenarnya di situ ada fasilitas stoller khusus di sana, tapi ditiadakan karena covid. Jadi cuma anak yang sudah bisa jalan sendiri tanpa digendong yang boleh naik. Jadi berhasil nggak kita naik?

Tuh, si kecil, baru jalan sebentar, dia udah minta gendong tuh sama bapaknya.

Nggak menyangka, turis lokal aja ternyata sebanyak ini, dan semuanya sama-sama mau naik pohon.

Naik pohon ini nggak gratis loh. Harganya $30 untuk orang dewasa, $20 untuk anak-anak, dan anak di bawah 5 tahun masih gratis. Jadi total untuk kami sekeluarga adalah $80. Is it worth the price? Kalau kata saya sih YES!

Kebosenan nungguin antrian.

Ya udah deh, numpang keluar antrian, foto-foto dulu. Bapaknya aja yang ngantri, nanti kalau udah deket, baru join lagi.

Kisss....mwahhhh!

Sebelum naik, petugas menanyakan data-data kita dulu. Nama, nomor telepon, dan email. Lagi-lagi untuk contact tracing. Kami pun naiknya pelan-pelan berjarak antar family. Koordinasi lapangannya bagus deh pokoknya.

Horeeee akhirnya kita mulai naik. Percaya atau ngga, segala kekhawatiran kita soal Tilly yang bakalan minta gendong, langsung musnah! Ternyata si Tilly berani dan semangat banget! Malah cicinya yang awalnya ketakutan dan gemetaran sendiri karena jembatannya goyang-goyang. 

Berani juga akhirnya, walaupun gemeteran hehehe. 

Sementara yang kecil pede banget, minta jalan terus nonstop. Per jembatan ini cuma bisa dilewati 8 orang per sekali jalan. Total panjang seluruh rute kita sekitar 700 meter yang terdiri dari 28 jembatan gantung. 

Dan setiap polenya, alias redwood tree raksasa, bisa ditempati sekitar 20 orang. 

Nah kebayang ya serunya, goyang-goyang pas kita jalan. Jembatan gantung terpanjangnya sekitar 40m kira-kira.
Yang kecil ini benar-benar nggak sabaran, selalu narik-narik bapaknya minta buru-buru. 


Cantik banget ya. Kalau diperhatikan, ada lampion-lampion raksasa yang menyatu dengan alam. Kalau malam hari, semua lampion itu menyala. Sebenarnya ada pilihan untuk jalan di malam hari. Bahkan di masa pandemi ini, Treetop Walk lagi ada promo, beli 1 tiket bisa digunakan siang dan malam. Tapi kami nggak ambil yang malamnya. It's way too cold for kids. 

Wefie sama yang sulung, yang katanya mirip mama. Mamanya mah bulet ya, beda ah.

Yang kecil, lebih berani jalan sendiri daripada yang gede. Nggak ada takut-takutnya acan!

Akhirnya, ada juga foto keluarga berempat, difotoin sama pasangan muda.

Kalau saja nggak ada bayangan, seru banget lihat ke bawah via kaca transparan.

Struktur penopang jembatan gantung, langsung nempel pohon beneran.

Di titik terakhir sebelum turun, akhirnya dapat juga foto keluarga yang bagus. Sayangnya si Abby matanya nggak hadap depan.

Di latar belakang adalah potongan pohon redwood. Gede banget ya!

Anak kecil bergaya besar hehe. Sok-sok jadi petualang lihat peta ya.

Si bulet lagi pegang burung kertas yang didapat dari brosur majalah gratisan. Gemas!

Untuk makan siang, karena sudah bosan sama makanan Barat, kami cari opsi makanan Asia yang enak dan cocok buat cuaca dingin. Pilihan jatuh kepada makanan Vietnam yang lumayan terkenal di Rotorua dan selalu ramai yaitu The Vnam Kitchen.

Vietnamese Coffee untuk pak sopir kita alias suami hehehehe. 

Crispy Chicken on Rice untuk anak-anak

Beef Spicy Lemongrass Noodle Soup buat saya. Pas banget deh, anget-anget seger!

Smoked Pork Chop on Rice buat suami.

Otw ke Auckland, langsung tancap blassss cuma isi bensin aja di jalan, soalnya penumpang VIP di kursi belakang molor semua dengan sukses. Yang kiri mangap, yang kanan mingkem :P

Nah, demikianlah perjalanan 2 hari satu malam kita ke Rotorua setelah lockdown. Biarpun cuma sebentar, tapi rasanya happy banget deh. Nggak nyangka akhirnya Selandia Baru bisa "mengalahkan" Covid-19, walaupun entah sampai kapan. Soalnya begitu border antar negara dibuka, memang risiko gelombang kedua masih akan ada. Saya pun sudah kangen banget ingin ketemuan langsung dengan keluarga di Indonesia. Kapan hal tersebut bisa terjadi, cuma bisa berharap dan berdoa. Sampai ketemu di jalan-jalan selanjutnya yang entah kapan terlaksana. Gimana kalau nanti saya bagikan saja keseruan trip di Desember lalu ya untuk pelipur lara? See you on the next post!

Comments

  1. seneng ya bisa jalan jalan lagi... :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Seneng banget, Man. Biarpun cuma 3 jam dari rumah, cuma nginep 1 malam, rasanya bahagia banget hehe.

      Delete
  2. Picturesque Garden temboknya memang tampak kuno tapi pintunya masih kinclong ya hehe
    Abby masih mirip mamanya, Tilly mirip papa apalagi pas pose pegang burung kertas.
    Cute!

    ReplyDelete
    Replies
    1. Haha, soalnya itu justru taman terbaru. Lupa dia buat bikin washed ya Lis. Mestinya sekalian dijelek-jelekin. Tilly kalo lagi belo mirip mama juga loh hihihi (jarang sih).

      Delete
  3. huahh kayanya gw berkunjung ke blog lu di waktu yang salah. jadi mupengg dan ngiri abiss nih hahaha.
    Disini gw blom bisa jalan2, paling baru 2x berani makan resto, itupun cari yang outdoor dan sepi. Sepertinya masih lama Indo bisa kembali ke keadaan normal.
    New Zealand bagus banget penanganan covidnya yaa. Doakan yaah semoga kita juga bisa jalan2 lagihh :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Tapi di Indo business online makin ngehits ya, Teph? Pinter-pinternya kita aja deh manfaatin sikon yang ada. Puji Tuhan juga sih kami tinggal di negara yang secluded dari mana-mana. Selama kitanya tertib dan pemerintahnya tegas, semoga bisa bertahan dari serangan Covid.

      Delete
  4. Makin kangen jalan-jalan gara-gara liat foto kalian ini. Tapi senang banget liat kalian hepiii bisa jalan-jalan dan kulineran lagi.

    NZ cepat banget sih ya penanganan Covid-19 nya, plus masyarakatnya pada nurut semua, jadinya cepat kelar.

    Long weekend kemarin di sini mendadak aku kepingin staycation juga, karena libur lebaran kan batal tuh, terus suami kayaknya udah jenuh kerja terus, rasanya pengen ngajakin refreshing sebentar. Tapi suami nolak, karena situasi covid di sini belum kelar-kelar dan masih pengen menghindar aja dulu. Akhirnya, kita spent time di rumah aja deh, delivery food sambil movie marathon. Mayan deh hahaha Ironisnya, pas long weekend itu Puncak udah macet lagi (11jam bok!) karena buanyakk yang liburan ke sana. Aku hanya bisa menghela napas wkwkwk 😂

    Btw, aku salfok sama Matilda. Baru tiga tahun tapi kok keliatan kayak anak 5 taun, gemesin pulak hihi terus seru yaa sekarang bisa sharing makan sama cicinya. Aku menantikan sekali momen itu di mana aku nggak harus ngabisin porsi makan anak hahahaha

    ReplyDelete
    Replies
    1. Tapi kita balik lockdown lagi nih, gara2 ada community case berawal dr 4 org. Langsung besoknya lockdown. Tar deh diceritain dikit di postingan selanjutnya.

      Di Indonesia memang udah kayak harus dampingan sama covid. Karena aturannya gak jelas, manusia2nya terlalu banyak dan nekad. So stay at home is the best option. Tilly badannya mungil loh hehe. Josh juga bisa lah bentar lagi ludes mamam sendiri.

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Yang Dalem Dalem

Motherhood Saga: Barang-Barang Esensial Mama dan Abby Bag. 1

Tutorial Sok Kreatif - Dekorasi Kelas