Why oh Why ??
Saat kita bertanya pada Tuhan, apa rencana-Nya dalam hidup kita, Tuhan menjawab dengan cara-cara yang unik, mencengangkan, menegangkan, dan seringkali, membuat kita bertanya lebih jauh...WHY oh WHY !!
Kalau saya bertanya kepada keluarga, teman, kolega, apa pendapat mereka soal diri saya, pasti orang-orang langsung berpikir, kalau saya ini termasuk kalangan orang yang hidupnya lumayan enak. Saya memiliki masa kecil yang sangat menyenangkan, dengan keluarga yang sangat mencintai dan memperhatikan saya. Keluarga saya yang lumayan terbuka dan suka berpergian, membuka cakrawala saya mengenai dunia di luar sana. Saya tumbuh sebagai seorang anak yang imut-imut, lucu, cerdas (katanya), dan selalu membuat gemas orang-orang di sekitar saya. Masa remaja saya juga menyenangkan, selalu diisi dengan kegiatan positive, mulai dari sekolah setengah mati, les-les tambahan, kegiatan marching band yang menyita waktu namun membanggakan (kapan lagi saya bisa menyemprot sang presiden pada masa itu dengan jarak kurang dari 3 meter dengan tuba ? hehe). Walaupun saya tidak sempat punya pacar di masa SMP dan SMU, tapi hidup saya rasanya indah dan tanpa beban. Masa kuliah juga saya lewati dengan lumayan mulus, banyak kegiatan kemahasiswaan, menyanyi di sana sini dengan suara saya yang kayak kaleng rombeng tapi (katanya) merdu, bisa mendapatkan tawaran pekerjaan bergengsi sebelum lulus, padahal saat itu sedang krisis. Masa kerja saya juga lumayan seru, bekerja di perusahaan besar, berjalan-jalan ke sana kemari, menikmati ruangan hotel di berbagai tempat dengan pelayanan prima, dan makanan di restoran berkelas, sampai akhirnya saya kembali ke Indonesia pun, hidup saya terlihat mulus dan indah.
Tapi apakah semuanya itu selalu seperti yang terlihat di luar? Ada masa-masa di mana saya merasa kalau Tuhan sedang menguji kesetiaan saya. Di saat saya kecil atau remaja, mungkin hal itu tidak terlalu terasa, karena saya berada dalam lindungan keluarga saya. Tetapi saat masuk masa kuliah, saat saya sendiri dan harus mandiri di negeri orang, Tuhan betul-betul melatih saya. Juni 2001, saat usia saya belum genap 19 tahun, dan satu semester baru saja berlalu dari kuliah saya, Tuhan memanggil Papa saya secara mendadak. Saya cuma punya waktu 10 hari untuk pulang dan berduka, dan saat kembali lagi ke Amerika, saya langsung melanjutkan sekolah, dan berharap kisah di awal bulan Juni itu hanya sebuah mimpi buruk dan suatu saat saya akan bangun dari mimpi itu. Tiada lagi bayangan wisuda didampingi orang tua, tiada lagi bayangan Papa akan mendampingi saya menuju altar di hari perkawinan. Tetapi kehilangan beliau membuat saya jadi orang yang jauh lebih kuat dan bertanggung jawab.
Oktober 2003, saat semester musim gugur, saya menderita sakit pinggang yang luar biasa. Tidak tahunya, saya memiliki batu ginjal di saluran ureter. Katanya sih karena saya belajar dan beraktivitas terlalu berat, sampai lupa untuk minum. Selama dua bulan saya menderita, karena dokter berusaha ingin memecahkan batunya secara alami. Saya ketinggalan ujian, dan harus menyusul sendirian karena sakitnya luar biasa kalau sedang kumat. Seminggu sebelum minggu ujian final di akhir November, batu ginjal saya di laser. Saya ingat, setelah bangun dari bius total, saya langsung disuruh pulang, dan selama itu saya ditemani oleh teman baik saya di rumah. Buang air kecil rasanya seperti penyiksaan tingkat tinggi karena sakit luar biasa. Tapi Tuhan sayang pada saya, saya diberikan teman-teman yang sangat supportive, yang mampu mengobati kelelahan dan rasa sakit saya.
Baru saja laser batu ginjal dan liburan di Jakarta, di awal Januari 2004 saat saya kembali ke Amerika, saya terkena cacar air! Cacar air yang sudah merupakan penyakit langka di Amerika, membuat saya harus diisolasi selama 3 minggu. Sudah pasti ketinggalan pelajaran, dan dipaksa untuk melepas salah satu kelas penting saya untuk kelulusan, dan mengulangnya di semester depan. Selama 3 minggu itu, saya tidak boleh keluar rumah, tidak boleh bertemu dengan teman. Bahkan, untuk memasakpun, saya menitip belanjaan pada teman saya, dan teman saya meninggalkannya di depan pintu, mengetuk pintunya, kemudian lari supaya tidak tertular. Setelah boleh keluar rumah, perjuangan di mulai, mengejar ketinggalan-ketinggalan saya seperti orang gila, menghadapi kenyataan kalau ujian kelas Audit pertama saya memperoleh nilai D. Tuhan kembali sayang pada saya, karena gara-gara nilai saya yang buruk itu, saya sering konsultasi dengan Professor saya, kemudian beliau malah menjadi teman baik saya yang terus membimbing saya bahkan sampai saat saya bekerja. Beliau jugalah yang menjadi penggemar berat masakan saya yang dia menangkan di lelang organisasi.
Desember 2004, pekerjaan idaman sudah ada di tangan saya. Seharusnya tanggal 3 Januari 2005, saya bisa mulai bekerja, tetapi ijin kerja saya tidak kunjung keluar juga. Padahal teman-teman saya yang tidak mendapatkan pekerjaan, ijinnya sudah keluar dari bulan Desember. Saat itu posisi saya terancam, kalau saya tidak bisa memulai pekerjaan saya dan harus menunggu sampai Juni 2005 untuk memulai bekerja, yang berarti saya akan menganggur selama 5 bulan! Pihak perusahaan tidak mau menerima saya walaupun saya bersedia untuk tidak digaji, karena perusahaan ini memang mempunyai prosedur yang sangat ketat. Saat itu, setiap hari saya gelisah, sampai saya datang langsung ke imigrasi, dan pernah mendapatkan makian kasar dari petugas imigrasi karena saya menanyakan status ijin kerja saya yang tidak kunjung keluar. Tapi Tuhan selalu adil. Akhir Januari 2005, keluar juga kartu ijin saya, dan 7 Februari 2005, saya memulai hari pertama saya. Saya adalah satu-satunya inexperienced new hire yang mengikuti pelatihan hari itu, tetapi perusahaan tetap menerima saya walaupun telat 1 bulan.
April 2006, lagi-lagi ada problem dengan kesehatan saya. Saya sampai harus masuk ke emergency room gara-gara migrain! Dan yang paling parah, setelah saya di release dari emergency room dalam keadaan cuaca yang dingin subuh-subuh itu, saya harus berjalan kaki pulang dengan sendal jepit dan piyama sebanyak 8 blok karena tidak ada yang menjemput saya. Tuhan benar-benar menguji kesabaran saya, tapi di balik itu hikmahnya adalah, saya menjadi tau, siapakah teman-teman saya yang benar-benar baik dan bisa saya andalkan, dan siapa yang tidak.
Awal 2007, saat saya baru kembali dari Amerika dan mulai bekerja di Jakarta, saya ada gangguan di pencernaan, sehingga setiap kali BAB mengeluarkan darah, mirip seperti orang wasir. Saya bisa menghabiskan 30-40 menit di kamar mandi karena darahnya menetes terus. Saat ke dokter di salah satu rumah sakit, beliau menakut-nakuti saya dengan mengatakan kalau itu ada tumbuhan di anus yang harus dibuang, dan beliau langsung memberi perintah bedah. Kemudian, saya dan mama mencari-cari info, sampai akhirnya saya mendapatkan nama seorang dokter specialist bagian "bokong" (jangan ketawa yah hehehe), dan beliau menginformasikan kalau itu hanyalah luka di rectum yang disebabkan oleh ketidakcocokan dengan makanan yang dikonsumsi. Istilahnya, perut saya kaget. Dengan pengobatan akhirnya masalahnya berakhir dan tidak perlu sampai dibedah.
Di Tahun 2008, mungkin semua sudah mengerti perjalanan penyakit saya yang diketahui di bulan November 2008 lalu. Kemudian, semua juga mungkin mengetahui, betapa berat perjalanan saya menjalankan operasi yang lumayan besar di bulan Januari 2009, sampai penyembuhan berlangsung. Kemudian, apa pendapat anda jika setelah perjalanan panjang itu, dokter mengatakan kalau operasinya kurang berhasil, dan saya harus berpasrah dengan satu paru-paru?
Perjalanan hidup manusia memang tidak selalu mulus, tidak selalu indah, tidak selalu mempesona seperti terlihat di luarnya. Di antara peristiwa-peristiwa indah yang terjadi di dalam hidup saya, ada saatnya dimana saya harus berjuang keras. Saat itu kita lagi-lagi bertanya, WHY oh WHY ?? Dua hari lalu, saya melakukan perjalanan yang singkat, padat, dan menimbulkan secercah harapan di Singapura. Intinya adalah, jangan pernah menyerah, karena Tuhan pasti membantu kita. Perjalanan saya masih panjang, dan doa dari semuanya sangatlah saya harapkan.
Kalau saya bertanya kepada keluarga, teman, kolega, apa pendapat mereka soal diri saya, pasti orang-orang langsung berpikir, kalau saya ini termasuk kalangan orang yang hidupnya lumayan enak. Saya memiliki masa kecil yang sangat menyenangkan, dengan keluarga yang sangat mencintai dan memperhatikan saya. Keluarga saya yang lumayan terbuka dan suka berpergian, membuka cakrawala saya mengenai dunia di luar sana. Saya tumbuh sebagai seorang anak yang imut-imut, lucu, cerdas (katanya), dan selalu membuat gemas orang-orang di sekitar saya. Masa remaja saya juga menyenangkan, selalu diisi dengan kegiatan positive, mulai dari sekolah setengah mati, les-les tambahan, kegiatan marching band yang menyita waktu namun membanggakan (kapan lagi saya bisa menyemprot sang presiden pada masa itu dengan jarak kurang dari 3 meter dengan tuba ? hehe). Walaupun saya tidak sempat punya pacar di masa SMP dan SMU, tapi hidup saya rasanya indah dan tanpa beban. Masa kuliah juga saya lewati dengan lumayan mulus, banyak kegiatan kemahasiswaan, menyanyi di sana sini dengan suara saya yang kayak kaleng rombeng tapi (katanya) merdu, bisa mendapatkan tawaran pekerjaan bergengsi sebelum lulus, padahal saat itu sedang krisis. Masa kerja saya juga lumayan seru, bekerja di perusahaan besar, berjalan-jalan ke sana kemari, menikmati ruangan hotel di berbagai tempat dengan pelayanan prima, dan makanan di restoran berkelas, sampai akhirnya saya kembali ke Indonesia pun, hidup saya terlihat mulus dan indah.
Tapi apakah semuanya itu selalu seperti yang terlihat di luar? Ada masa-masa di mana saya merasa kalau Tuhan sedang menguji kesetiaan saya. Di saat saya kecil atau remaja, mungkin hal itu tidak terlalu terasa, karena saya berada dalam lindungan keluarga saya. Tetapi saat masuk masa kuliah, saat saya sendiri dan harus mandiri di negeri orang, Tuhan betul-betul melatih saya. Juni 2001, saat usia saya belum genap 19 tahun, dan satu semester baru saja berlalu dari kuliah saya, Tuhan memanggil Papa saya secara mendadak. Saya cuma punya waktu 10 hari untuk pulang dan berduka, dan saat kembali lagi ke Amerika, saya langsung melanjutkan sekolah, dan berharap kisah di awal bulan Juni itu hanya sebuah mimpi buruk dan suatu saat saya akan bangun dari mimpi itu. Tiada lagi bayangan wisuda didampingi orang tua, tiada lagi bayangan Papa akan mendampingi saya menuju altar di hari perkawinan. Tetapi kehilangan beliau membuat saya jadi orang yang jauh lebih kuat dan bertanggung jawab.
Oktober 2003, saat semester musim gugur, saya menderita sakit pinggang yang luar biasa. Tidak tahunya, saya memiliki batu ginjal di saluran ureter. Katanya sih karena saya belajar dan beraktivitas terlalu berat, sampai lupa untuk minum. Selama dua bulan saya menderita, karena dokter berusaha ingin memecahkan batunya secara alami. Saya ketinggalan ujian, dan harus menyusul sendirian karena sakitnya luar biasa kalau sedang kumat. Seminggu sebelum minggu ujian final di akhir November, batu ginjal saya di laser. Saya ingat, setelah bangun dari bius total, saya langsung disuruh pulang, dan selama itu saya ditemani oleh teman baik saya di rumah. Buang air kecil rasanya seperti penyiksaan tingkat tinggi karena sakit luar biasa. Tapi Tuhan sayang pada saya, saya diberikan teman-teman yang sangat supportive, yang mampu mengobati kelelahan dan rasa sakit saya.
Baru saja laser batu ginjal dan liburan di Jakarta, di awal Januari 2004 saat saya kembali ke Amerika, saya terkena cacar air! Cacar air yang sudah merupakan penyakit langka di Amerika, membuat saya harus diisolasi selama 3 minggu. Sudah pasti ketinggalan pelajaran, dan dipaksa untuk melepas salah satu kelas penting saya untuk kelulusan, dan mengulangnya di semester depan. Selama 3 minggu itu, saya tidak boleh keluar rumah, tidak boleh bertemu dengan teman. Bahkan, untuk memasakpun, saya menitip belanjaan pada teman saya, dan teman saya meninggalkannya di depan pintu, mengetuk pintunya, kemudian lari supaya tidak tertular. Setelah boleh keluar rumah, perjuangan di mulai, mengejar ketinggalan-ketinggalan saya seperti orang gila, menghadapi kenyataan kalau ujian kelas Audit pertama saya memperoleh nilai D. Tuhan kembali sayang pada saya, karena gara-gara nilai saya yang buruk itu, saya sering konsultasi dengan Professor saya, kemudian beliau malah menjadi teman baik saya yang terus membimbing saya bahkan sampai saat saya bekerja. Beliau jugalah yang menjadi penggemar berat masakan saya yang dia menangkan di lelang organisasi.
Desember 2004, pekerjaan idaman sudah ada di tangan saya. Seharusnya tanggal 3 Januari 2005, saya bisa mulai bekerja, tetapi ijin kerja saya tidak kunjung keluar juga. Padahal teman-teman saya yang tidak mendapatkan pekerjaan, ijinnya sudah keluar dari bulan Desember. Saat itu posisi saya terancam, kalau saya tidak bisa memulai pekerjaan saya dan harus menunggu sampai Juni 2005 untuk memulai bekerja, yang berarti saya akan menganggur selama 5 bulan! Pihak perusahaan tidak mau menerima saya walaupun saya bersedia untuk tidak digaji, karena perusahaan ini memang mempunyai prosedur yang sangat ketat. Saat itu, setiap hari saya gelisah, sampai saya datang langsung ke imigrasi, dan pernah mendapatkan makian kasar dari petugas imigrasi karena saya menanyakan status ijin kerja saya yang tidak kunjung keluar. Tapi Tuhan selalu adil. Akhir Januari 2005, keluar juga kartu ijin saya, dan 7 Februari 2005, saya memulai hari pertama saya. Saya adalah satu-satunya inexperienced new hire yang mengikuti pelatihan hari itu, tetapi perusahaan tetap menerima saya walaupun telat 1 bulan.
April 2006, lagi-lagi ada problem dengan kesehatan saya. Saya sampai harus masuk ke emergency room gara-gara migrain! Dan yang paling parah, setelah saya di release dari emergency room dalam keadaan cuaca yang dingin subuh-subuh itu, saya harus berjalan kaki pulang dengan sendal jepit dan piyama sebanyak 8 blok karena tidak ada yang menjemput saya. Tuhan benar-benar menguji kesabaran saya, tapi di balik itu hikmahnya adalah, saya menjadi tau, siapakah teman-teman saya yang benar-benar baik dan bisa saya andalkan, dan siapa yang tidak.
Awal 2007, saat saya baru kembali dari Amerika dan mulai bekerja di Jakarta, saya ada gangguan di pencernaan, sehingga setiap kali BAB mengeluarkan darah, mirip seperti orang wasir. Saya bisa menghabiskan 30-40 menit di kamar mandi karena darahnya menetes terus. Saat ke dokter di salah satu rumah sakit, beliau menakut-nakuti saya dengan mengatakan kalau itu ada tumbuhan di anus yang harus dibuang, dan beliau langsung memberi perintah bedah. Kemudian, saya dan mama mencari-cari info, sampai akhirnya saya mendapatkan nama seorang dokter specialist bagian "bokong" (jangan ketawa yah hehehe), dan beliau menginformasikan kalau itu hanyalah luka di rectum yang disebabkan oleh ketidakcocokan dengan makanan yang dikonsumsi. Istilahnya, perut saya kaget. Dengan pengobatan akhirnya masalahnya berakhir dan tidak perlu sampai dibedah.
Di Tahun 2008, mungkin semua sudah mengerti perjalanan penyakit saya yang diketahui di bulan November 2008 lalu. Kemudian, semua juga mungkin mengetahui, betapa berat perjalanan saya menjalankan operasi yang lumayan besar di bulan Januari 2009, sampai penyembuhan berlangsung. Kemudian, apa pendapat anda jika setelah perjalanan panjang itu, dokter mengatakan kalau operasinya kurang berhasil, dan saya harus berpasrah dengan satu paru-paru?
Perjalanan hidup manusia memang tidak selalu mulus, tidak selalu indah, tidak selalu mempesona seperti terlihat di luarnya. Di antara peristiwa-peristiwa indah yang terjadi di dalam hidup saya, ada saatnya dimana saya harus berjuang keras. Saat itu kita lagi-lagi bertanya, WHY oh WHY ?? Dua hari lalu, saya melakukan perjalanan yang singkat, padat, dan menimbulkan secercah harapan di Singapura. Intinya adalah, jangan pernah menyerah, karena Tuhan pasti membantu kita. Perjalanan saya masih panjang, dan doa dari semuanya sangatlah saya harapkan.
Amin, Tuhan pasti menolong Leony. Perjalanan hidup memang msh panjang, terkandang perlu menepi, berhenti sejenak dan merenung. Merenung penting spy jgn salah arah. Bahkan terkadang jalanpun kabur. Kitapun menatap kekanan, kekiri, kedepan (haruskan terus maju?) or kebelakang (haruskah mundur??) Kita bingung..
ReplyDeleteSyukur pada Tuhan Yesus, bukankah kadang2 ini yg membuat kita menatap keatas? kitapun mencari wajah-Nya. Wajah-Nya menerangi dan menuntun kita pada jalan-Nya yg ajaib.
Satu kali di Canberra avenue di malam yg dingin, seorang teman berbagi cerita dgn saya. Sehari sebelum tuanya meninggal, beliau berpesan, "kalau tiba saatnya, berarti tugasnya sbg orang tua sudah selesai dan perwalian sudah kembali berada di tangan Tuhan"
Kalau Tuhan sudah turun tangan, Dia kan merenda rencana yg terbaik bagi kita.
yah namanya kehidupan emang pasti ada enak ada gak enak ya ny.
ReplyDeletegua cuma bisa ikut berdoa.. moga2 lu cepet bisa pulih kembali ya...
sedih bener ya len sakit di negeri orang sendirian. kebayang gak ada yg jagain, merawat dan ngantar jemput.
ReplyDeletetrus, dokter di spore punya pendapat laen ? apa paru2xnya bisa berfungsi dua duanya ?
be strong ya...
*speechless*
ReplyDeletegua ikut doain, semoga elo cepet recovery ya Ny, gua gak ngerti apa2 ttg penyakit paru2 sih..
semoga aja, kalo emang harus operasi, elo tetep bisa hidup senormal 2 paru ya Ny..God Bless U
Andres >> Thank you. Bener yang kamu bilang. Tuhan pasti sedang punya plan yang luar biasa dibalik segala peristiwa.
ReplyDeleteArman >> Thanks Man. Bener, hidup itu kayak roda ya.
Dian >> Dokter di Sg at least ngga nyerah, masih ada harapan nih. Tapi mesti bolak balik juga :).
Nat >> Rencananya sih tanpa operasi, tapi via oral (mulut/ hidung). Thanks doanya.
kebayang deh sedihnya waktu Leony masih di amrik dan pas sakit gitu..ngurus apa2 sendiri. Aku aja sampe skrg kalo sakit, biarpun udh ada suami, tetep bisa sedih rindu mamaku.
ReplyDeletejadi skrg mesti bolak-balik sg?
mudah2an lewat tangan2 dokter di sg, bisa sembuh/ada perbaikan ya Non. GBU
Hidup nggak pernah gampang. Kelihatannya Anda bergelimang fasilitas, tapi Anda selalu aja ditimpa cobaan macam-macam. Semoga saya bisa setabah Anda.
ReplyDeleteneng...after reading all of your journey, seems that beratnya hidup gw ga ada apa2 dibanding elo ya..
ReplyDeletejadi slama ini emang gw terlalu byk ngeluh atas beratnya hidup,dan ternyata...seorang temen gw menyadarkan sisi sebaliknya...
ur the inspiration neng..trully..
may God bless you 'ny..
Marlina >> Iya, moga2 dokter Sgp memberikan pencerahan ya. Aku sih setidaknya berpikir positif, mereka so far nggak nyerah.
ReplyDeleteVicky >> Hehe...nggak selalu banyak cobaan kok, cobaan itu kan juga merupakan berkat, supaya kita makin kuat :).
Anton >> Sama-sama Ton. Glad that it gives you something meaningful.