Bencana di Saat Bahagia

Bencana Pertama

Yang ini sebetulnya belum bisa dikategorikan bencana sih. Apalagi dibandingkan dengan bencana kedua yang akan saya ceritakan di bawah ini. Lebih tepatnya, ini adalah ungkapan kekecewaan yang mendalam terhadap service salah satu Japanese restaurant di Jakarta yang namanya F*raibo yang berlokasi di Senayan City (Mungkin semuanya udah pada tau kali ini restaurant apa, tetapi sebaiknya saya kasih tanda bintang aja deh di huruf kedua. Nanti bisa-bisa saya dikejar lagi sama pemiliknya kalau sampai dia search di Google dan masuk ke sini).

Siang-siang di hari minggu kemarin, kami bertiga, saya, adik, dan mama, sedang lapar-laparnya, dan akhirnya memutuskan untuk masuk ke restoran tersebut karena Mama pernah dengar review yang bagus-bagus dari televisi tentang tempat ini. Jadilah kita dengan ekspektasi yang lumayan tinggi, masuk ke tempat itu dan segera melihat menu-menu. Akhirnya daripada pusing-pusing dengan menu a la carte, kami memutuskan untuk membeli 3 paket lunch bento. Yang dipesan oleh adik saya adalah paket Salmon, saya memesan paket Seafood, dan mama saya memesan pake Hamburger Steak. Semua paket ini datang dengan nasi, miso soup, salad, dan buah, tetapi belum termasuk minum. Harga masing-masing paket @ Rp. 95,000++. Tidak mahal gila-gilaan, tetapi tidak murah juga. Untuk minum, kita pesan 2 Ocha @ Rp. 15,000++, dan 1 Pineapple Juice @ Rp. 18,000++.

Pertama yang keluar adalah minuman, kemudian Miso Soup, lalu dilanjutkan dengan nasi. Nah dari nasi ke bento kita ini, lumayan lama keluarnya. Walaupun akhirnya keluar juga paket bento adik saya. Isinya ada Salmon Panggang, Cumi Goreng, Salad, Crispy Chicken Skin (yang saking sedikitnya, 1 kali suap juga habis), Acar, dan Buah (semangka plus melon dua potong kecil). Wah, saya pikir, lumayan juga nih….. Ternyata titik tertinggi dari review restaurant ini hanya sampai di situ saja. Adik saya sudah habis makanannya lebih dari setengah, baru pesanan saya datang. Seafoodnya itu goreng tepung, isinya tuh hanya 1 pc ikan (kecil ukuran kira-kira 6 cm*6 cm), 1 pc scallop, dan 1 pc kerang. Ampun deh, kerang aja pelit banget. Chicken teriyakinya lumayan, tapi kecil dan agak kegosongan di satu sisi, jadi ada pahit-pahitnya. Lalu ada 3 pc udang goreng (tanpa tepung) yang kecil-kecil banget. Mustinya saya dapat Crispy Chicken Skin kalau menurut menunya, tetapi di box saya nggak ada. Saya lantas bicara pada pelayannya, kenapa nggak ada, lalu dia jawab, “Nanti akan saya tanyakan”. Tetapi pelayan itu tidak pernah kembali lagi untuk menjelaskan kemana Crispy Chicken Skin saya.

Yang paling menyedihkan adalah, sampai makanan saya dan adik saya habis, pesanan mama belum datang-datang juga. Padahal saya tahu banget, kalau mama adalah yang paling lapar karena mama memang sengaja tidak sarapan terlalu banyak. Kita sampai bertanya 2 kali ke pelayannya, dengan jarak tanya lebih dari 10 menit, kenapa nggak datang-datang juga, tetapi selalu dijawab tunggu sebentar. Akhirnya pesanan itu datang juga. Dari penampilan, memang yang ini yang paling lumayan. Setidaknya daging burgernya besar, rasanya juga lumayan. Tempuranya standar aja, tapi keterlaluan juga karena isinya hanya 1 pc udang, 1 pc ikan, 1 pc terong, 1 pc ubi, dan yang terakhir ini nih…. 1 pc bawang bombay. Mungkin perlu diterangkan, bawang bombaynya itu kayak apa. Bawang bombaynya cuma diiris 1 lempeng besar itu, dan digoreng sekaligus, tidak dipilah-pilah dalam bentuk ring. Jadilah mama saya (yang sudah berharap kalau itu adalah 1 pc ikan tambahan) kaget berat, karena bisa-bisanya bawang tanpa dipotong-potong langsung disajikan dalam bentuk gelondongan. Cuma ada satu di restaurant ini yang lumayan cepat pada saat kami meminta, yaitu: meminta bon untuk membayar. Huh…

Setelah pulang, Mama bersungut-sungut, dengan total bill Rp. 400 ribu untuk bertiga, kita bisa makan di Hoka-Hoka Bento sampai kolaps. Terus terang, saya ini termasuk orang yang berani keluar uang untuk makan. Tetapi dengan pengalaman seperti kemarin itu, bisa-bisa saya yang darah rendah ini bisa jadi darah tinggi. Saya mungkin masih akan kembali lagi ke restaurant ini dengan 2 alasan:

1. Masih penasaran apakah kualitasnya masih seperti itu.
2. Gratis.

Bencana Kedua

Sore harinya sepulang dari gereja, saya, mama, adik, oom, dan tante berangkat ke Pantai Mutiara Sports Club untuk menghadiri resepsi perkawinan seorang kerabat. Berhubung saya belum pernah ke sana sama sekali, ketika menyetir, modal saya hanyalah selembar peta hitam putih yang diselipkan di undangan. Ketika kita sampai di sana, ternyata partnya outdoor di atas deck dengan latar belakang lautan. Saat kita masih melewati dari dalam mobil sambil buka kaca, rupanya sedang acara pemotongan kue karena suara MC terdengar juga dari luar. Jadi sampailah kita di tempat parkir. Dari kejauhan, kita masih melihat, bahwa pada saat wedding kiss, ada kembang api kayak tahun baruan meledak indah di udara. Pokoknya acaranya kelihatan romantis banget.

Saat kita masih di dalam mobil dan siap-siap mau turun, tiba-tiba… BYUR!!! Hujan deras menyerang secara mendadak. Tapi karena sudah sampai di lokasi, mau gimana lagi? Untunglah ada total 4 payung di dalam mobil, 2 kecil dan 2 besar. Yang besar dipakai adik saya, dan oom tante, lalu saya dan mama masing-masing memakai payung yang kecil lalu berjalan menuju ke tempat resepsi. Karena hujan, saya masuk dari arah belakang, bukan dari lobby utama. Saat itu saya lihat, pengantin sudah dilarikan ke dalam, kemudian orang-orang berdesak-desakan di bawah tenda yang jumlahnya terbatas, dan sebagian orang juga berlarian ke dalam.

Nah, di dalam itu ruangannya tidak besar, dan sebetulnya hanya untuk makan keluarga. Di situ saya menemui pasangan pengantin yang duduk di kursi yang disediakan sementara. Yang wanita terlihat pucat walaupun masih berusaha senyum, dan yang laki-laki rambutnya sudah kuyup dan turun semua. Orang tua mempelai terlihat panik karena makanan di ruangan itu terbatas. Akhirnya sebagian makanan prasmanan dari luar dipindahkan ke dalam. Saat itu saya bersalaman dengan pengantin, dan cuma bilang,”Selamat ya, mudah-mudahan hujan ini artinya makin banyak rejeki yang mengalir”. Ya paling tidak bisa menghibur pengantin di saat-saat yang penuh tekanan.

Setengah jam berlalu, dan hujan masih tetap deras. Semua peralatan sound system sudah dibereskan, yang berarti tidak akan ada lagi musik indah yang mengiringi. AC-AC tambahan yang diletakan di luar ruangan sudah ditutupi dengan plastik. Pelaminan sudah kosong, padahal sudah didekor indah dengan banyak bunga-bunga. Ditengah suasana bencana ini, masih ada saja orang yang tidak tahu aturan. Saya mendengar beberapa orang berteriak-teriak, “Kalau tau begini, gue ngga bakalan dateng. Makanan ngga ada. Yok, kita pulang, cari makan di luar!” sambil marah dengan muka masam. Duh, bayangin deh, kalau saya yang jadi pengantinnya, saya mungkin sudah nangis sesengukkan karena impian hari yang indah buyar oleh hujan, tetapi ini tamunya yang cuma datang saja pada marah-marah. Sebetulnya apa sih tujuannya datang ke resepsi? Jangan-jangan cuma numpang makan aja lagi. Sama sekali nggak punya perasaan ke tuan rumah.

Ditunggu seperempat jam lagi, akhirnya hujan reda juga. Semasa menunggu hujan, saya sudah sempat makan menu prasmanannya, dan saya makan agak banyakan karena saya pikir sudah tidak mungkin juga makan di makanan di stall-stall yang di bawah. Tapi ternyata setelah hujan reda, aktifitas makan naik kembali, walaupun pengantin tetap berada di dalam ruangan supaya situasi tetap terkendali. Jadilah, dengan perut saya yang sudah penuh, kembali ngambil sate ayam 5 tusuk, pudding 5 potong (1 lengkeng, 2 coklat, 2 lapis), dan sepiring kecil asinan mangga.

Buat pengantinnya, mudah-mudahan nggak kepikiran mengenai beberapa orang yang memang tidak mengerti makna kebahagiaan dan segala tantangan yang terjadi di hari itu. Toh hujan ini kan karena kehendak Tuhan, sama halnya seperti ketika Tuhan menghendaki pernikahan itu terjadi di hari kemarin dan bukan hari lainnya, walaupun hari kemarin itu dipenuhi hujan. Semoga pasangan yang berbahagia mendapatkan hujan berkat, langgeng sampai kakek nenek, dan cepet-cepet dapet momongan, AMIN.

Bencana Ketiga

Yang ini, tidak disebabkan oleh orang lain, dan tidak juga disebabkan oleh alam, melainkan karena ketidakmampuan diri sendiri dalam mengendalikan diri saat ke resepsi perkawinan kemarin. Silakan lihat kalimat terakhir entry saya sebelum entry ini untuk mengetahui bencana ketiga.

Comments

  1. Huehuehue seru baca blognya... the way u write bikin gua jadi ngebayangin what was going on even u dont put pictures on. How have u been btw? Upload more pics dunk di blog lo or u should do some food review with food pics hehe.

    ReplyDelete
  2. wah itu restoran....

    gak sempat diphoto ya ? penasaran hihihi

    aduh kasian pengantennya. lagi musim hujan ya ?

    biasalah kebanyakan orang kita, datang ke undangan dg perut kosong. teman2x gue juga banyak tuuuuuhhh hueeeggg

    ReplyDelete
  3. tentang furaibo aneh juga ya, kalo gak salah dia pernah dapet award kan ya? tapi ya untunngya gua belum pernah nyobain. hehehe. paling males makan di resto yang lelet. bikin naik darah dan mood jadi jelek.

    tentang pesta kawin. gua masih heran aja ama orang2 di jkt yang suka keukeuh mau pesta outdoor. disini rasanya gak pernah ada musim yang cocok ama pesta outdoor ya. kalo lagi panas.. panasnya bukan main. gua pernah tuh pesta outdoor di gedung arsip. panasnya ajubile bin jalik. pake ac standing? gak epek. jadilah semua pada sauna. apalagi yang pake jas. ampun dj deh.

    pernah juga pas ujan gede. akhirnya kaco. semua mesti berteduh. mana teduhannya kecil pula. kue nya sampe ancur. pengantinnya sampe mau nangis. ya gimana lagi..

    cuaca di jkt kan gak tentu. kadang bisa panas kadang tau2 bisa ujan gede. pawang ujan juga gak efek.

    tapi ya itu herannya, tetep aja banyak orang yang suka nekad mau pesta outdoor. aneh dah ya...

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Yang Dalem Dalem

Motherhood Saga: Barang-Barang Esensial Mama dan Abby Bag. 1

Tutorial Sok Kreatif - Dekorasi Kelas