After Holiday Syndrome
Rasanya bener juga yang dibilang orang-orang mengenai after holiday syndrome. Bawaannya jadi nggak pingin ngapa-ngapain, di kantor jadi ngantuk terus, ngga kepingin kerja. Mana kondisi badan juga sepertinya belum pulih dari flu kemarin, sehingga mood semakin turun, ditambah lagi cuaca yang gloomy dan redup-redup gini, membuat hasrat menuju ke pulau kapuk semakin menggila.
Sudah beberapa hari terakhir ini, saya tidak mempunyai semangat untuk mengerjakan apapun di kantor. Saya merasa kok pekerjaan saya mulai membosankan. Mungkin pertama-tama disebabkan oleh data-data yang semuanya terlambat datang lantaran habis Lebaran. Setiap kali bertanya kepada orang di lapangan, selalu dijawab,”Masih cuti Bu, baru kembali minggu depan”. Padahal pas sehabis liburannya sendiri, saya masih lumayan semangat, tapi seminggu setelah liburan berakhir, semangat malah rontok. Minggu ini, yang saya rasakan di kantor hanya pegal-pegal, kedinginan, dan pikiran saya sepertinya sudah tidak mau diajak berkompromi walaupun pada akhirnya semua data-data selesai juga. Apakah ini betul-betul after holiday syndrome, ataukah saya betul-betul haus akan tantangan baru di dalam pekerjaan saya?
Teman baik saya waktu itu pernah bilang, kebosanan dalam pekerjaan akan terjadi pada saat 9-10 bulan bekerja. Waktu itu saya tidak terlalu percaya omongan dia, tapi kali ini sepertinya saya harus sedikit percaya. Di pekerjaan saya sebelumnya, saya juga mengalami kejenuhan pada saat-saat yang sama. Saya ingat waktu itu juga akhir Oktober 2005, bulan ke sembilan saya bekerja. Saya sudah berminggu-minggu bermalam di hotel yang sama di luar kota di sisi utara Wisconsin, mengerjakan pekerjaan di client yang sama, dengan team yang sama, dan permintaan yang begitu tinggi dari atasan karena beberapa staff lain yang ada di situ rada tidak becus bekerja. Saat itu saya survive mengatasi kejenuhan saya, karena pada akhirnya setelah perjuangan panjang, ada goal yang team kami capai yaitu untuk kali pertama kita berhasil filing laporan keuangan setelah sebelumnya diaudit oleh perusahaan yang tidak kompeten.
Tetapi di pekerjaan yang sekarang, saya justru merasa targetnya itu seperti melayang, dibalik rutinnya berbagai laporan yang diberikan bulanan dengan revisi di sana sini. Waktu perjuangan mencari kerja di kota Jakarta ini, saya sebetulnya sempat dihadapkan kepada dua pilihan besar, mau bertahan dengan kemampuan pengetahuan ekonomi dan akuntansi yang saya dapatkan semasa kuliah sebagai modal saya, atau mau mencoba sesuatu yang betul-betul baru di luar rasa kenyamanan saya. Makanya waktu itu saya sempat mencoba untuk interview untuk bekerja di beberapa bidang yang betul-betul berlawanan. Saya sempat interview untuk jadi news anchor di salah satu TV berita nasional, untuk jadi lecturer di salah satu universitas baru di Jakarta, untuk jadi marketing creative di sebuah institusi banking ternama, sampai akhirnya saya memilih, untuk tetap melekat pada background yang membesarkan saya, yaitu accounting.
Saya lagi-lagi masih bertanya mengenai apa yang sedang saya alami sekarang, apakah ini after holiday syndrome, seperti yang saya dapatkan di awal tahun 2000, saat saya memutuskan kalau saya tidak ingin jadi dokter lagi, atau seperti yang saya dapatkan setelah liburan Oktober tahun 2006 di Jakarta yang menyebabkan saya memutuskan untuk kembali ke Indonesia? Ah, pusing-pusing.... mendingan sekarang saya nunggu waktu pulang aja. 2 jam lagi, di luar hujan pula...
*kalo lagi ujan-ujan begini, suka ngebayangin, pas lagi nungguin taksi di bawah ujan gede, tiba-tiba dikejutkan sama kedatangan pujaan hati yang ngejemput naik mobil, bawain payung, lalu bukain pintu mobil...kayak di sinetron-sinetron.... wah, beneran, kacau nih otak...*
Sudah beberapa hari terakhir ini, saya tidak mempunyai semangat untuk mengerjakan apapun di kantor. Saya merasa kok pekerjaan saya mulai membosankan. Mungkin pertama-tama disebabkan oleh data-data yang semuanya terlambat datang lantaran habis Lebaran. Setiap kali bertanya kepada orang di lapangan, selalu dijawab,”Masih cuti Bu, baru kembali minggu depan”. Padahal pas sehabis liburannya sendiri, saya masih lumayan semangat, tapi seminggu setelah liburan berakhir, semangat malah rontok. Minggu ini, yang saya rasakan di kantor hanya pegal-pegal, kedinginan, dan pikiran saya sepertinya sudah tidak mau diajak berkompromi walaupun pada akhirnya semua data-data selesai juga. Apakah ini betul-betul after holiday syndrome, ataukah saya betul-betul haus akan tantangan baru di dalam pekerjaan saya?
Teman baik saya waktu itu pernah bilang, kebosanan dalam pekerjaan akan terjadi pada saat 9-10 bulan bekerja. Waktu itu saya tidak terlalu percaya omongan dia, tapi kali ini sepertinya saya harus sedikit percaya. Di pekerjaan saya sebelumnya, saya juga mengalami kejenuhan pada saat-saat yang sama. Saya ingat waktu itu juga akhir Oktober 2005, bulan ke sembilan saya bekerja. Saya sudah berminggu-minggu bermalam di hotel yang sama di luar kota di sisi utara Wisconsin, mengerjakan pekerjaan di client yang sama, dengan team yang sama, dan permintaan yang begitu tinggi dari atasan karena beberapa staff lain yang ada di situ rada tidak becus bekerja. Saat itu saya survive mengatasi kejenuhan saya, karena pada akhirnya setelah perjuangan panjang, ada goal yang team kami capai yaitu untuk kali pertama kita berhasil filing laporan keuangan setelah sebelumnya diaudit oleh perusahaan yang tidak kompeten.
Tetapi di pekerjaan yang sekarang, saya justru merasa targetnya itu seperti melayang, dibalik rutinnya berbagai laporan yang diberikan bulanan dengan revisi di sana sini. Waktu perjuangan mencari kerja di kota Jakarta ini, saya sebetulnya sempat dihadapkan kepada dua pilihan besar, mau bertahan dengan kemampuan pengetahuan ekonomi dan akuntansi yang saya dapatkan semasa kuliah sebagai modal saya, atau mau mencoba sesuatu yang betul-betul baru di luar rasa kenyamanan saya. Makanya waktu itu saya sempat mencoba untuk interview untuk bekerja di beberapa bidang yang betul-betul berlawanan. Saya sempat interview untuk jadi news anchor di salah satu TV berita nasional, untuk jadi lecturer di salah satu universitas baru di Jakarta, untuk jadi marketing creative di sebuah institusi banking ternama, sampai akhirnya saya memilih, untuk tetap melekat pada background yang membesarkan saya, yaitu accounting.
Saya lagi-lagi masih bertanya mengenai apa yang sedang saya alami sekarang, apakah ini after holiday syndrome, seperti yang saya dapatkan di awal tahun 2000, saat saya memutuskan kalau saya tidak ingin jadi dokter lagi, atau seperti yang saya dapatkan setelah liburan Oktober tahun 2006 di Jakarta yang menyebabkan saya memutuskan untuk kembali ke Indonesia? Ah, pusing-pusing.... mendingan sekarang saya nunggu waktu pulang aja. 2 jam lagi, di luar hujan pula...
*kalo lagi ujan-ujan begini, suka ngebayangin, pas lagi nungguin taksi di bawah ujan gede, tiba-tiba dikejutkan sama kedatangan pujaan hati yang ngejemput naik mobil, bawain payung, lalu bukain pintu mobil...kayak di sinetron-sinetron.... wah, beneran, kacau nih otak...*
wuahahaha... ya begitulah disini ny. apalagi family business begini. beda banget emang cara kerjanya ama big 4 company ya.
ReplyDeletedisini emang selalu plan nya gak jelas. duh lu jangan heran dah, kita yang kerjaannya harusnya schedulenya jelas dan pasti aja bisa berubah2 gak karuan lho. dan itu bisa dadakan.
bikin orang akhirnya males (karena mikir ah ntar kalo gak jadi projectnya gimana? kan mubazir).
ya begitulah... lama2 emang bikin kita jadi ya gitu tuh... males kerja. hehehe.
eiiit jangan sampe berenti karena jenuh.
ReplyDeleteeh kadang aku dulu juga sering ngayal gitu kalo nunggu taxi ahhahhah