Saya menyadari, sepertinya profesi saya yang sekarang, membuat saya makin berkaca, dan membuat saya agak khawatir mengenai masa depan bangsa ini. Sekolah tempat saya mengajar memang sekolah yang bisa dikatakan anak-anaknya sangat berada. Rata-rata pakai sopir ke sekolah, dengan mobil yang seringkali mentereng, dan jangan ditanya, gadgetnya nomer wahid! Kalau mau lihat gadget yang baru di launching, tinggal cari saja murid saya yang pakai. On the other side, saya melihat, guru-guru yang berjuang di tengah kemewahan tersebut, dengan pendapatan yang seadanya. Boro-boro naik mobil, masih banyak yang bermotor, bahkan naik angkot. Butuh kecintaan luar biasa besar untuk membuat para guru bertahan mengajar anak-anak.
Bayangkan, itu di tengah kota Jakarta loh! Di sekolah swasta pula. Bagaimana dengan keadaan guru-guru di daerah terpencil? Hari minggu lalu saat misa, saya mendengar khotbah Romo yang kebetulan bertugas di Kalimantan Barat, di daerah terpencil yang dihuni oleh suku Dayak Iban. Beliau bercerita, kalau guru-guru yang ditugaskan di pedalaman itu, banyakan memilih tidak datang ke sekolah, dan hanya datang ke sekolah pada saat tanggal gajian untuk menerima gaji. Saat itu sih umat tertawa, saya pun tertawa. Tapi dalam hati saya kok jadi menangis ya. Nyari guru yang baik saja, susahnya minta ampun. Sudah ada guru yang baik, ternyata tidak terlalu dihargai dari segi finansial dan support, sehingga kalau ditanya jaman sekarang, jarang sekali anak-anak yang cita-citanya mau jadi guru. Yes, bahkan yang pingin jadi polisi aja jarang! Maunya pada jadi pengusaha hahaha. Terus gimana dong dengan nasib anak-anak didik yang di pedalaman itu? Ya tambah mundur lah. Makanya saya salut juga dengan program Indonesia Mengajar, yang mengajak anak-anak muda perkotaan untuk membantu anak-anak di pedalaman. Cuma hasrat untuk berbagi yang bikin anak-anak muda ini mau untuk tinggal di pedalaman mengabdikan diri selama setahun penuh. Coba di cek video Lagu Baru, karya Edward Suhadi, siapa tau ada dari pembaca yang tergerak untuk menjadi guru.
Sesungguhnya, banyak orang-orang Indonesia muda dan hebat lulusan luar negeri yang sebenarnya ingin sekali mengkaryakan dirinya di kampung halaman. Teman-teman saya yang bersekolah di luar negeri, banyak yang akhirnya jadi hebat dan jadi peneliti handal serta jadi professor, tapi jarang yang akhirnya balik jadi tenaga pengajar di Indonesia. Beberapa alasannya adalah, tidak ada penghargaan, lalu tidak ada dukungan dari pemerintah terhadap karya cipta anak bangsa. Dana penelitianpun dipangkas di sana sini gara-gara birokrasi yang jelimet, ijin kerja yang susah, sehingga akhirnya suatu ide yang luar biasa itu, mandek di tengah jalan. Sementara di sisi lain, orang-orang di luar negeri berebut mencari orang-orang pintar dari negara kita untuk masuk ke kampus mereka, dan pada akhirnya kembali jadi tenaga pengajar di negeri tersebut.
Sedih? Ya iyalah! Saya masih ingat di kampus saya dulu, orang dengan bangga bilang kalau jurusan kuliah yang mereka ambil adalah bidang edukasi. Tapi kalau di Indonesia kita bilang sekolah pendidikan guru, orang malah mikir: "Gak salah lu? Mau makan apa?" Jadi guru itu susahnya ampun-ampunan, terutama di Indonesia. Di mata orang tua, sering kejadian begini, kalau anaknya berprestasi, jarang yang bilang: itu karena gurunya hebat. Rata-rata bilangnya, karena anaknya brilian, bekerja keras, hebat. Giliran anaknya gagal, gurunya yang dicari, terus diconfront, dibilang gurunya nggak bisa ngajar. Kasian deh kite...
Saya punya harapan, supaya profesi guru bisa semakin dihargai di negara ini, supaya guru-guru tidak perlu lagi bersusah payah mencari penghasilan tambahan, bisa fokus untuk memberikan pendidikan yang terbaik untuk anak-anak muridnya, mendapatkan penghargaan yang layak sesuai dengan jasa-jasanya, dan menjadi figur yang bisa dicontoh oleh anak-anak didiknya. Saya ingin sekali anak-anak bisa mengidolakan guru-guru mereka, seperti saya mengidolakan beberapa guru-guru saya dulu, karena dedikasinya yang luar biasa. Saya ingin orang menjadi guru karena cita-cita, bukan karena terpaksa.
Sebenernya banyaaaakkkk banget yang saya pingin curahkan soal keresahan saya. Tapi kayaknya bakalan jadi postingan yang sendu yah. Daripada sendu semuanya, mendingan saya tutup postingan hari ini dengan gambarnya si kecil deh. Ada yang kangen?
![]() | ||
Mirip gak?? |
Sama kayak baju hamilnya mama saya yang masih disimpan dan sempat saya pakai dulu, ternyata mama juga masih simpan baju saya pas masih bayi! Dan masih bagus! Ternyata jadi hoarder ada gunanya juga ya? Hahahaha....